Teknik yang
lazim dipakai dalam bidang parasitologi serta pengetahuan tentang siklus suatu parasit
telah difahami dengan baik, maka sebenarnya tidak ada kesulitan yang dapat
dijumpai dalam menegakkan diagnosis penyakit parasit . Namun cara-cara
menegakkan diagnosis secara metode yang konvensional, seringkali kita tidak dapat
mendeteksi adanya parasit di dalam tubuh pada tahap yang paling dini. Secara
miknoskopik pun tidak selamanya kita dapat menemukan parasit yang dimaksud, dan
seringkali terlalu banyak membuang waktu untuk mencari ada-tidaknya parasit di
dalam tubuh.1
Dengan
adanya fakta-fakta ini, maka berkembang pengetahuan imunologik dalam bidang
parasitologi untuk kepentingan diagnostik. Bagaimanapun bentuk dan akibat
respons imunitas yang terjadi, seperti yang diutarakan, maka ada sifat-sifat
sistem imunologik yang hakiki, yaitu "specificity" dan
"memory", artinya : respons imunologik yang timbul itu sifatnya
spesifik dan hanya dapat bereaksi dengan antigen penginduksinya serta mempunyai
'daya ingat' terhadap antigen mana respons imun itu telah bangkit. Dua hal
inilah yang dijadikan pegangan oleh para ahli imunologi dalam mempergunakan
respons imunologik untuk mendiagnosis penyakit-penyakit parasit.2
Pada dasarnya, respon imunologik hospes terhadap
infeksi parasit ditentukan oleh dasar-dasar yang sama dengan respon terhadap
agen infeksi lain, tetapi untuk infeksi parasit melibatkan interaksi parasit-hospes yang lebih rumit. Meskipun
parasit merupakan agen penyakit pertama yang dipelajari, lebih banyak minat
pada gambaran morfologi, uraian daur hidup, penelitian mekanisme penularan dan
perkembangan agen-agen kemoterapi baru. Meskipun banyak kemajuan dalam
pencegahan dan pengendalian penyakit parasit tetapi kemajuannya tidak seimbang
dengan agen penyakit lainnya. Perkembangan yang lambat dalam imunoparasitologi
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; pertama: kesulitan membiakan agen
invitro, bukan hanya karena terbatasnya
antigen untuk analisis, tetapi juga rumitnya daur hidup dan spesifisitas
hospes yang ketat, dan terbatasnya model percobaan infeksi dan imunitas. Yang kedua: kerumitan daur
hidupnya membuat rangsangan antigenik multifasik pada hospes dan terjadi bermacam-macam
respon imun. Ditambah lagi kurangnya keberhasilan
dalam mengembangkan strain yang dilemahkan yang cocok untuk imunisasi seperti
yang dilakukan pada bidang mikrobiologi lainnya (bakteriologi dan
virologi). Yang ketiga : kurangnya pengertian terhadap susunan dan fungsi
genetic dari eukariotik yang rumit dan kurangnya hubungan antara ahli
parasitologi dan imunologi telah menghalangi perkembangan imunoparasitologi.3
Pendekatan serologis untuk pemeriksaan penyakit
parasit adalah paling banyak digunakan ketika teknik yang lebih mendalam dari pemeriksaan rutin
seperti darah, faeces,atau cairan tubuh lainnya diperlukan untuk menetapkan
diagnosa. Sebagai contoh infeksi yang disebabkan oleh parasit toxoplasma,
amoeba diluar saluran pencernaan,
thricinosis dan sistiserkosis yang biasanya masuk ke dalam organ dan jaringan.
Dimana diperlukan penyelidikan di organ lebih dalam bahkan harus membuka organ
melalui pembedahan/biopsi jaringan. Pada beberapa kasus, pemeriksaan serologis
dapat digunakan setelah mempertimbangkan beberapa faktor penting sebagai
patokan dari Garsia meliputi beberapa pertimbangan , yaitu:
1. Parasit yang secara pasti melalui beberapa fase
perkembangan kemungkinan tidak cukup konstan atau terus menerus menyediakan rangsangan
antigenik untuk pembentukkan antibody
2. Kurangnya
respon antibodi, yang kemungkinan bisa disebabkan oleh keterbatasan rangsangan
antigenik atau karena antigen yang
tersedia pada system pengujian tidak
sesuai
3. Antigen
yang digunakan dan ditetapkan untuk
pemeriksaan tersedia dalam campuran
antigen atau bentuk ekstrak parasit yang heterogen. Sehingga pada pada reagen seperti itu dapat menunjukkan reaksi silang, yang akan
menyulitkan dalam interpretasi hasil
atau sensitifitasnya tidak adekuat
4. Untuk pasien yang
tinggal pada daerah endemic harus memiliki dasar titer antibody yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah lainnya, apabila memungkinkan perubahan pada titer ditentukan secara pasti.
5. Pengujian
yang dapat dipercaya untuk keseluruhan pemeriksaan seringkali tidak tersedia
secara komersial. Kalaupun ada biasanya angka kejadian penyakit parasit sangat
kecil pada kebanyakan laboratorium sehingga reagen akan ketinggalan zaman yang
disebabkan karena jarangnya pemeriksaan di lakukan.
Yang menarik
dari metode pemeriksaan parasit selama kurang lebih lima tahun terakhir ini
adalah diperkenalkannya teknik pemeriksaan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada darah
dan cairan tubuh lainnya. Teknik pemeriksaan tersebut diantaranya menggunakan
enzim (Enzyme immunoassays/EIAs), hambatan hemaglutinasi tidak langsung
(Inditect haemaglutination
inhibition/IHA), pemeriksaan flouresen langsung dan tidak langsung,
serta metode fiksasi ikatan komplemen. Untuk pengembangan teknik pemeriksaan
parasit yang lebih maju biasa digunakan
di rumah sakit atau laboratorium rujukan
untuk pemeriksaan parasit yaitu penggunaan metode biologi molekuler.
Semangat yang
besar dalam menciptakan evolusi untuk pemeriksaan laboratorium, harus juga
mempertimbangkan kenyataan hal-hal yang dikemukakan oleh Weiss. Pertimbangan
itu difokuskan pada pemeriksaan terbaru
yang digunakan di laboratorium penelitian, bagaimanapun seperti yang
dikemukaan oleh Weiss, sangat sedikit dari teknik-teknik terbaru telah melalui percobaan klinik dalam skala besar. Penggunaan praktis
PCR sebagai contoh, PCR menampilkan sensitifitas dan spesifisitas yang besar
dalam pemeriksaan DNA, yang merupakan hasil dari sinyal peningkatan produksi dari ribuan kali
replikasi dari sekuen DNA target spesifik yang disalin. Hal ini akan
memungkinkan dengan cepat identifikasi
antigen yang dicari secara langsung
dilakukan walaupun dalam konsentrasi/kadar yang sangat rendah.
Bagaimanapun teknik PCR yang sementara ini hanya tersedia pada sebagian
laboratorium klinik, hal ini disebabkan oleh teknik tersebut merupakan teknik
dengan biaya yang mahal dan memerlukan tenaga terlatih. Selain itu fasilitas
laboratorium yang harus terpisah-pisah dalam menangani pemeriksaan specimen untuk menghindari kontaminasi dari
lingkungan terhadap ekstrak DNA yang diperiksa. Biaya yang tinggi, kebutuhan
akan tenaga yang terlatih secara khusus, keperluan akan reagen serta peralatan yang khusus, akan menghambat penggunaan PCR
secara luas di negara-negara berkembang. Bagaimanapun suatu hari disaat penggunaan teknik amplifikasi biasa digunakan di banyak
laboratorium dalam waktu dekat, teknik ini bukan hanya sebagai teknik diagnosa
dini penyakit parasit pada manusia tapi menyediakan kesempatan untuk
mempelajari vektor pembawa penyakit, sebagai upaya pencegahan penyakit parasit
melalui penanggulangan vektor secara efektif. Dengan sistem yang otomatis,
tekanan kebutuhan pasar, teknik yang
canggih dan kebutuhan akan perubahan diagnosa penyakit parasit secara
lebih cepat adalah merupakan hal-hal yang akan membawa teknik biologi
molekular ini digunakan di laboratorium.4
Fungsi utama daripada
system imun adalah pengenalan antigen
asing (recognition) dan
menjaga tubuh dari serangan benda-benda asing tersebut. Sekali system imun
telah dibangkitkan terhadap suatu antigen, akan tetap mengenali antigen
tersebut, seolah-olah mempunyai daya ingat (memory).
Imunitas bersifat spesifik, artinya system imun tidak akan protektif terhadap mikroorganisme yang
keantigenannya berbeda sama sekali. Kekebalan dapat terjadi secara alamiah (natural immunity) dan didapat (acquired immunity). Kekebalan
alamiah atau bawaan terjadi karena
hal-hal yang non-spesifik, yaitu kulit dan selaput lendir sebagai pelindung,
fagositosis. Kekebalan alamiah juga dipengaruhi faktor genetik, sebagai contoh manusia dan kera
resisten terhadap Trypanosoma brucei,
bangsa negro lebih resisten terhadap Plasmodium
vivax dan cacing kait daripada kulit putih. Sifat parasit yang menentukan dalam kekebalan adalah apakah
parasit itu uniseluler atau multiseluler, stadium dari parasit dan struktur
antigen yang kompleks dari parasit terutama multiseluler.
Sistem
imunitas spesifik dapat dibagi atas dua bagian, yaitu sistem imunitas humoral
dan sistem imunitas seluler. Sistem imunitas humoral dibawakan oleh sel
limfosit-B yang pematangannya berada dibawah pengaruh "bursa of Fabricius"
(pada burung) atau "Gut Associated Lymphoid Tissues" (GALT) pada
mamalia. Apabila sel limfoid-B terstimulasi oleh suatu antigen asing, maka ia
akan berdeferensiasi menjadi sel plasma yang
akan mensekresi antibodi . Sebaliknya, sistem imunitas seluler
dibawakan oleh sel limfosit-T yang pematangannya berada dibawah pengaruh
kelenjar timus ("thymus"). Dibawah mikroskop cahaya biasa, maka kedua
macam sel limfosit ini tidak dapat dibedakan, namun dewasa ini telah dapat
dibuktikan bahwa baik sel limfosit-T maupun sel limfosit-B mempunyai
karakteristik, sifat . dan fungsi yang berbeda. Bila berkontak dengan antigen
asing, maka sel limfosit-T akan berdeferensiasi menjadi "specifically sensitized
lymphocyte cell" (SSLC) yang secara spesifik akan menghasilkan suatu zat
yang dinamakan limfokin ("lymphokines"). Aktivitas antibodi, yang
berfungsi menetralkan atau menggumpalkan antigen asing, dibawakan oleh suatu
molekul protein yang dewasa ini dikenal dengan nama immunoglobulin (disingkat
Ig). Strukturnya terdiri atas empat rantai polipeptida, dua rantai dengan
untaian asam amino yang pendek, sedangkan dua rantai lainnya dengan untaian
yang panjang, masing-masing dikenal dengan nama : rantai-L ("light")
dan rantai-H ("heavy"). Keempat rantai polipeptida ini dihubungkan
satu dengan lainnya oleh ikatan disulfide dan ikatan non-kovalen. Sebagian daripada
susunan asam amino pada keempat rantai ini adalah variabel, sedangkan sebagian
lagi konstan. Gabungan bagian yang variabel penting sekali karena menentukan
spesifisitas daripada aktivitas antibodi terhadap suatu antigen asing penginduksinya,
bagian ini dikenal dengan istilah Fab (antibody binding Fragment" ).
Bagian konstan daripada dua rantai-H yang disebut Fc ("crystalizable Fragment")
mempunyai fungsi yang berlainan dan menentukan aktivitas biologik suatu kelas
imunoglobulin. Berdasankan bagian Fc inilah, maka molekul imunoglobulin dibagi
atas lima kelas, yaitu : IgG, IgM, IgA (sebagai " secretory IgA"),
IgD dan IgE.2
Respon imunologik
yang ditimbulkan oleh infeksi parasit
dapat bersifat spesifik terhadap spesies yang bersangkutan atau dapat bereaksi silang terhadap spesies
lain. Respon imun sangat kompleks dan tidak semua bersifat menguntungkan
terhadap hospes, yang menguntungkan maka akan terjadi kekebalan, tetapi yang
tidak menguntungkan akan memperberat penyakit, misalnya reaksi granuloma pada
schistosomiasis dan syok anafilaktik yang disebabkan oleh pecahnya kista
hidatid atau kelainan ginjal pada malaria. Kadang-kadang parasit tidak
menimbulkan kekebalan karena kemampuan parasit untuk menyamar sebagai sendiri
(self) dengan menggunakan protein hospes untuk metabolismenya.
Imunoassay merupakan
salah satu teknik imunodiagnostik paling banyak digunakan. Teknik ini
berdasarkan reaksi kimia antara dua jenis analit (antigen dan antibodi) yang
dapat rnemberi hasil bervariasi bergantung indikatornya. Sebagai indikator
biasanya digunakan bahan radioaktif, biasanya yodium 125 (radioimmunoassay/RIA),
sistim enzim -substrat tertentu seperti peroksidase-kloronaftol, fosfatase-bromo-kloro-indolinfosfat,
zat golongan fluorokrom atau fluoresen