A.
Protozoologi Umum
Protozoa (protos
= pertama, zoon = hewan) adalah jasad renik hewani yang terdiri dari satu sel,
hidup sendiri-sendiri atau berkelompok membentuk koloni. Protozoa banyak
terdapat di alam antara lain di dalam air laut, air tawar, tanah, dan dalam
tubuh organisme lain. Pada umumnya berukuran mikroskopik, walaupun hanya
terdiri dari satu sel dengan satu atau lebih inti, tetapi memiliki susunan,
fisiologi dan tingkah laku yang kompleks. Berdasarkan kompleksitasnya kadang-kadang disebut dengan
aseluler untuk membedakan dengan sel individual yang menyusun tubuh binatang
metazoa atau tumbuh-tumbuhan. Hanya sebagian kecil protozoa yang hidup sebagai
parasit pada binatang atau manusia.
Dalam
klasifikasi modern, mahluk hidup dibagi dalam lima kingdom, yaitu Monera,
Protista, Plantae, Fungi, dan Animalia. Protozoa ternasuk kedalam kingdom
animalia. Protozoa dibagi dalam tujuh phylum dan empat phylum yang penting
yaitu Sarcomastigophora , Apicomplexa, Cilliophora dan Mikrospora
1. Sarcomastigophora
(Honiberg dan Balamuth, 1963).
Protozoa dengan inti tunggal, reproduksi seksual,
organel untuk gerak berupa flagella, pseudopodia atau keduanya.
Contoh genus dari phylum sarcomatigophora : Leishmania, Trypanosoma, Chilomastix, Giardia,
Trichomonas, Dientamoeba, Entamoeba, Endolimax, Iodamoeba, Acanthamoeba,
Naegleria.
2. Apicomplexa
(Levine, 1970)
Umumnya memiliki cincin polar, reproduksi seksual
dengan singami, contoh genus dari phylum Apicomplexa : Cryptosporidium, Isopora, Sarcocystis, Toxoplasma, Plasmodium, Babesi,
Entopolypoides.
3. Cilliophora
(Doflein, 1901)
Silia sederhana atau organel silier
yang khas dan kompleks ditemukan pada sekurang-kurangnya satu stadium dari
hidupnya, biasanya dengan dua tipe inti, pembelahan biner transversal,
ditemukan vakola kontraktil yang khas.
Contoh genus ciliophora : Balantidium
4. Microspora
(Sparague, 1977)
Parasit
intraseluler dengan ukuran kecil, dengan spora berasal dari sel tunggal.
Contoh
genus : Nosema
Pembagian Protozoa berdasarkan habitatnya :
-
Protozoa usus
-
Protozoa rongga tubuh (rongga artial)
-
Protozoa darah dan jaringan
Morfologi dan Siklus Hidup
Protozoa merupakan suatu unit
tunggal yang ditandai dengan berbagai ukuran dan bentuk. Beberapa spesies dapat
dilihat dengan mata telanjang (Balantidium
coli) dan yang lainnya hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
Bentuk ada yang
sperik atau ovoidal, lainnya tidak teratur. Beberapa yang radial simetri,
bilateral simetri dan ada yang memiliki torsi longitudinal pada badannya.
Protozoa ada yang memiliki bentuk tetap, ada juga yang bentuknya berubah-ubah
setiap saat. Misalnya Plasmodium spp
sebagai penyebab penyakit malaria. Disamping itu bentuknya akan berubah sesuai
stadium yang dilalui dalam siklus hidupnya. Umumnya protozoa usus memiliki dua
stadium pokok yaitu tofozoit dan kista.
Stadium trofozoit (trophos = makan)
disebut juga stadium vegetatif atau proliferatif, dan bergerak aktif, berbiak
secara belah pisang akan tetapi pada umumnya tidak resisten terhadap perubahan
lingkungan, sehingga untuk masuk kepada hospes baru perlu berubah menjadi
bentuk kista yang lebih resisten. Perubahan bentuk dari trofozoit menjadi kista
disebut enkistasi terjadi di usus besar. Beberapa keadaan yang mengharuskan
terjadinya enkistasi yaitu : (a) Kekurangan atau berlebihan suplai makanan, (b)
Kelebihan produksi katabolisme dari organisme, (c) Perubahan pH, (d)
Pengeringan, (e) Kekurangan atau kelebihan oksigen dan (f) Populasi parasit
sangat banyak
Stadium Kista (cystis = kantong), dinding
kista merupakan hasil sekresi dari ektoplasma sehingga menjadi resisten
daripada bentuk trofozoit. Kista selain untuk mempertahankan diri ada juga yang
berfungsi untuk pembiakan. Pada Balantidium
coli kista befungsi untuk mempertahankan diri, akan tetapi parasit dalam
dinding kista tidak banyak mengalami perubahan morfologi, sedangkan fungsi
mempertahankan tubuh dan pembiakan terdapat pada beberapa amoeba dan flagelata
yang dimulai dengan pembelahan inti dan berakhir dengan terbentuknya beberapa
trofozoit (eksistasi) yang terjadi si usus halus. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan eksistasi yaitu : (a) Perubahan tekanan osmotik pada medium, (b)
Pengaruh enzim pada lapisan dalam dinding kista, (c) pH (pada beberapa protozoa
parasit) serta aktifitas enzim hospes yang menguntungkan bagi parasit. Ada
beberapa protozoa yang tidak melalui stadium kista, hanya stadium trofozoit,
misalnya Entamoeba gingivalis,
Dientamoeba fragilis, Trichomonas spp, sehingga penularan dapat terjadi
secara langsung.
Bagian bagian Protozoa
Protozoa hanya terdiri
dari satu sel sehingga tidak memilki organ-organ seperti pada metazoa, untuk
kehidupannya dilakukan oleh hanya satu sel tersebut, bagian-bagian sel
(organel) memiliki fungsi tertentu. Bagian-bagian protozoa terdiri atas inti
dan sitoplasma.
Inti merupakan
bagian penting untuk mempertahankan hidup serta untuk reproduksi. Bagian ini
terdiri atas membran (selaput inti),
nukleoplasma, kariosom (endosoma, nucleolus), serabut inti yang akromatik dan
butir kromatin. Kadang-kadang untuk identifikasi protozoa, perlu diketahui
morfologi inti. Misalnya pada amoeba usus dibedakan tiga macam inti yaitu :
inti Entamoeba, Endolimax, dan Iodamoeba.
Jumlah inti pada trofozoit biasanya satu, sedangkan pada kista bervariasi
tergantung spesies. Inti mengandung kromosom sebagai pembawa sifat organism.
Sitoplasma
terdiri atas ektoplasma dan endoplasma. Endoplasma, keruh, bergranula didapat
inti, vakuola (makanan, kontraktil), apparatus golgi, mitokondria, serta
makanan cadangan berupa granula volutin,
benda kromatid dan organel lain. Vakuola makanan (gastriol) bergerak ritmis,
yaitu gerak memenuhi (sistol) dan mengosongkan (diastole), berfungsi sebagai
osmoregulator dan sel eksresi. Ektoplasma, tampak jernih, homogen, berfungsi
sebagai alat gerak, alat menangkap dan membuang sisa makanan, respirasi serta
alat mempertahankan diri. Pada trofozoit terdapat selaput tipis yang tidak
member bentuk tetap pada amoeba, tetapi memberi bentuk tetap pada protozoa
lain.
Pada
flagelata terdapat kinetoplast (terdiri dari blefaroplast dan benda parabasal)
yang merupakan tempat munculnya flagella. Kinetoplas banyak mengandung banyak
DNA yang membawa sifat warisan organisme serta berhubungan dengan mitokondria
yang berfungsi untuk bergeraknya organisme.
Alat gerak
protozoa terdapat pada stadium trofozoit amoeba, flagelata dan ciliate, alat
gerak dapat berupa pseudopodia, flagella, dan silia. Pseudopodia atau kaki semu
merupakan alat gerak pada amoeba,
geraknya disebut gerak pada amoeba, merupakan penonjolan ektoplasma,
geraknya disebut gerak amoeboid, terjadi karena perubahan sifat sitoplasma dari
cair menjadi kental (gel). Flagellum (flagella) atau bulu cambuk, terdapat pada
bagian anterior tubuh, merupakan alat gerak flagelata, dikenal alat gerak lain,
yaitu membran undulant (membran bergelombang) misalnya pada Trypanosoma. Cilium (siliata) atau bulu
getar yang merupakan bulu getar, jumlahnya banyak dan menutupi seluruh
permukaan tubuh parasit.
Pengambilan makanan,
disamping difusi, sari makanan lewat membran sel terdapat tiga cara makan yang
lain untuk protozoa yaitu fagositosis,
pinositosis, dan makan melalui sitostoma. Akhir-akhir ini istilah endoditosis
digunakan ahli parasitologi untuk mencakup fagositosis (pengambilan bahan-bahan
padat) dan pinositosis (pengambilan bahan dalam larutan lewat vesikula)
Eksresi terutama
dilakukan dengan difusi lewat membran sel. Respirasi dilakukan secara aerobic (Plasmodium) ataupun anaerobic (Entamoeba hystolitica). Reproduksi
(perkembangbiakan) protozoa terdiri dari pembelahan biner (belah pasang) sederhana,
pembelahan multiple/berganda (skizogoni) atau reproduksi integrasi seksual dan
aseksual yang rumit. Belah pasang longitudinal misalnya pada Giardia lamblia yaitu proses pembentukkan
dua individu dengan cara membelah inti diikuiti pembelahan sitoplasma
(sitokinesis). Diawali pembelahan kinetoplas, kemudian flagel, inti akhirnya
sitoplasma.
Skizogoni
merupakan suatu bentuk perkembangbiakan aseksual. Berhubung kejadian ini tidak
melibatkan gamet, proses tersebut kadang-kadang disebut agamogoni yang berbeda
dengan pembentukan gamet yang disebut gamogomi. Dalam skizogoni, inti mengalami
pembelahan berulang-ulang setiap inti kemudian dikelilingi oleh sedikit
sitoplasma yang terpisah dan membran sel yang asli pecah, membebaskan sel anak
sebanyak sama dengan jumlah inti baru. Sel – sel anak ini dinamakan merozoit.
Sel induk yang mengalami pembelahan ini disebut
dengan skizon. Jika sel yang berinti banyak itu membelah menjadi bagian-bagian
yang masih berinti banyak proses ini disebut plasmotomi. Jika yang dihasilkan
suatu sinsitium (banyak inti dalam satu membran sel) proses ini dinamakan
nukleogoni.
Pertunasan (budding), pada dasarnya proses itu
adalah mitosis sederhana dengan pembelahan seluler. Endodiogeni, yaitu
pembentukan dua sel anak hasil pembelahan membran dan organel dalam sitoplasma
induk terjadi pada Toxoplasma gondii. Reproduksi
seksual dalam berbagai bentuk jika dua sel bersatu dan mengadakan pertukaran
bahan-bahan inti peristiwa ini disebut konjugasi (ciliate). Setelah keduanya
berpisah lagi masing-masing sel disebut ekskonjugan. Jika dihasilkan sel-sel
kelamin (sel gamet), mereka bersatu secara singami untuk membentuk zygot, sel
pertama yang merupakan individu baru. Gamet-gamet tersebut
tidak sama bentuknya, contohnya pada gametosit malaria di dalam tubuh
nyamuk bentuk dan ukuran gamet yang berbeda, bentuk besar (betina) disebut
makrogamet sedangkan yang kecil (jantan) disebut mikrogamet
Reproduksi
aseksual dan seksual yang terjadi pada kelas siliata dengan pembelahan biner
dan konjugasi melalui pertukaran materi genetik. Kontak konjugasi merangsang
miosis, makronukleus menghasilkan 4 mikronukleus haploid, bersamaan dengan itu makronukleus
menghilang dan tiga mikronukleus terpisah dan mikronukleus (gamet/jantan) terhadap
masing-masing pasangannya melalui sitoplasma mikronukleus gamet (betina)
mengalami fusi dan membentuk zygot diploid.
B.
Protozoa Usus
Amoeba merupakan
kelompok protozoa yang termasuk subfilum
Sarcodina, superklas Rhizopoda yang pada bentuk trofozoit, protoplasmanya tidak
dibungkus membran (telanjang) serta khas membentuk pseudopodia. Merupakan hewan yang paling sederhana yang tersebar di
seluruh dunia (kosmopolit). Kebanyakan hidup bebas tetapi beberapa spesies
bersifat parasit pada manusia. Amoeba yang hidup bebas termasuk dalam family Amoebidae , sedangkan yang bersifat parasit termasuk Endamoebidae, Calkins 1926. Family dari
amoeba hidup bebas yang termasuk ke dalam amoeba jaringan otak primer
yaitu Vahlkampfiidae dan Acanthamoebidae.
Amoeba yang
bersifat parasit di usus yaitu: Entamoeba, Endolimax dan Iodamoeba. Parasit ini
bergerak dengan pseudopodia, yaitu penonjolan yang tiba-tiba dari ektoplasma
yang diikuti dengan gerak ke arah yang dituju. Enkistasi biasanya terjadi dalam
usus besar. Dalam tubuh manusia semua amoeba bersifat komensal. Kecuali
Entamoeba histolytica yang dapat menjadi pathogen. Pembiakan terjadi belah
pasang, baik pada stadium kista maupun
trofozoit. Penularan hanya terjadi pada bentuk kista matang, karena
bentuk kista belum matang dan trofozoit mudah rusak hancur oleh keasaman lambung serta enzim pencernaan makanan .
Amoeba yang hidup pada rongga gigi Entamoeba gingivalis.
Siliata yang hidup pada usus manusia adalah Balantidium coli merupakan kelompok
protozoa yang termasuk phylum Cilliopora, pada stadium trofozoit
ditandai dengan penjuluran membran ektoplasma yang pendek menyerupai benang
disebut silia.
Flagelata yang dalam
usus terdiri atas Embadomonas intestinalis, Enteromonas hominis, Chilomastix
mesnili, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Dientamoeba fragilis penyebarannya
bersifat kosmopolit
Sporozoa usus dikenal dua
spesies utama yang terdapat di dalam manusia
yaitu Isospora hominis akan tetapi Isospora hominis sekarang telah
diklasifikasikan menjadi Sarcocystic hominis
Penyakit oleh Protozoa usus (Amoebiasis)
Protozoa usus
disebarkan oleh jalur fecal-oral dan memiliki kecenderungan siklus hidup yang
sama yaitu dari dua stadium kista dan trofozoit. Penyebaran fecal-oral
melibatkan penelanan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kista matang.
Setelah ditelan oleh hospes yang sesuai kista berubah bentuk menjadi trofozoit
dan memperlihatkan metabolism aktif dan bergerak. Parasit mengambil makanan dan melalui tahap
pembelahan aseksual (beberapa trofozoit bereplikasi dengan membentuk kista). Fungsi
dinding kista melindungi dari kekeringan
dan lingkungan saat parasit tersebut dilepaskan dan merupakan pelindung selama kista menunggu saat ditelan
oleh hospes selanjutnya. Secara umum kondisi lingkungan yang padat penduduk,
hygiene dan sanitasi yang buruk akan memicu penyebaran.
Bentuk tropozoit.
-
Dapat bergerak aktif, diameter 10-60 µm, sebagian besar berukuran 15-30 µm, ektoplasma lebar,
jernih, membias cahaya terpisah jelas dengan endoplasma, pseudopodia tipis
-
Endoplasma bergranula halus kadang-kadang ditemukan sel darah
merah dengan berbagai tingkat kerusakan
-
Inti tunggal terletak eksentrik, pada preparat yang tidak
dipulas inti tampak samar-samar sebagai
cincin berbutir halus
-
Dengan pewarnaan hematoksilin besi membran inti jelas,
sebelah dalamnya melekat butir kromatin, sama besar, kariosom kecil letaknya di
tengah inti.
-
Trofozoit dalam faeces
bertahan 5 jam pada suhu 37ºC, 16 jam pada suhu 25ºC dan 96 jam pada
suhu 5ºC (Neva F.A dan Brown H.W, 1994)
Bentuk prekista
Bulat, tidak berwarna, lebih
kecil dari trofozoit, lebih besar dari kista, tidak mengandung makanan,
pseudopodium dikeluarkan perlahan, tidak
ada gerak progesif
Bentuk kista
Bentuk oval atau bulat, agak
asimetrik, dinding halus, membias cahaya, tidak berwarna, ukuran 10-20 µm
(rata-rata 12-13 µm) jumlah inti 1,2 atau 4 buah. Kista mati dalam 5 menit pada
suhu 50 ºC, tidak tahan kering dan pembusukkan, dalam faeces tahan 2 hari pada
suhu 37ºC, 62,5 hari pada 0 ºC (Neva F.A dan Brown H.W, 1994). Sekurang-kurang
dapat bertahan 8 hari pada suhu 28-34 ºC, tetapi hanya beberapa jam saja pada
suhu 46-47 ºC dan kurang dari satu menit pada 52 ºC (Jones dan Newton,1950).
Kista dapat bertahan lebih lama pada suhu dingin, 40 hari pada 2-6 ºC (Simitch
petrovitch dan Chibalich,1954) dan dibawah titik beku daya tahan berkurang. Jika
makanan cair terkontaminasi Entamoeba histolityca kista bertahan 15 hari pada
suhu 4 ºC dan 24 jam pada (-10 sampai -15 ºC) di dalam 4 ppm klor bebas kista
mati dalam 15-30 menit. Kista mati jika diberi klorida merkuri 0,04%, fenol 1%
dan formalin 5%
Siklus hidup
Kista matang
yang resisten merupakan stadium
infektif, jika termakan seseorang, akan
tahan terhadap keasaman lambung. Di dalam usus halus karena pengaruh zat
pencernaan yang netral atau basa serta karena aktifitas amoeba akan terjadi
ekskistasi tempat dinding kista akan musnah dan keluar amoeba dalam stadium metakista
berinti empat yang akhirnya akan membelah diri menjadi empat trofozoit muda.
Parasit akan
terbawa isi usus untuk sampai pada usus besar. Di usus besar terjadi
penyerapan air sehingga di usus makin ke distal makin kental. Hal ini
menjadi ancaman bagi parasit sehingga berubah menjadi kista.
Parasit yang
secara normal hidup komensal dalam rongga usus besar secara tiba-tiba dapat
menjadi pathogen dan menginvasi jaringan. Bentuk pathogen lebih besar dari
bentuk komensal. Bentuk amoeba yang kecil disebut bentuk minuta. Faktor yang
merangsang invasi antara lain bakteri (Streptobacillus)
serta faktor makanan (banyak mengandung karbohidrat dan kolesterol).
Epidemiologi
Parasit ini
tersebar luas (kosmopolit), paling banyak di daerah tropis dan sub tropis.
Beberapa faktor mempengaruhi penyebaran penyakit ini berhubungan dengan
sanitasi yang kurang baik, kepadatan penduduk, makanan dan gizi yang kurang
baik, tingkat pendidikan dan social ekonomi yang rendah. Parasit ini menyerang
semua usia terutama usia dewasa. Dengan mempelajari epidemiologi Entamoeba histolytica, dapat digunakan untuk menetapkan nilai kesehatan
masyarakat, terutama terhadap penyakit infeksi, metode yang cocok untuk
pencegahan serta control penyakit. Faktor transmisi (perpindahan) penyakit ini
dipengaruhi oleh antara lain faktor parasitnya, iklim, lalat, lipas, hospes
reservoir, pupuk dari faeces manusia, penyaji makanan dan kepadatan penduduk.
Patogenesis
Entamoeba histolytica merupakan parasit pathogen yang habitatnya dalam caecum
dan rectosigmoid (intestinal), akan tetapi parasit ini dapat tersebar
ekstraintestinalis yang dapat kelainan.
Amebiasis intestinal
Invasi dimulai melalui
kripta mukosa usus diikuti pembentukkan ulkus primer, dengan ciri ulkus
bergaung, dapat sembuh sempurna, meninggalkan bekas menetap atau menyebar pada
lapisan mukosa dan lapisan yang lebih dalam. Namun penyebaran ke lapisan yang
lebih dalam terhalangi oleh lapisan muskularitas mukosa yang lebih resisten
sehingga terjadi penyebaran ke lateral dan bersatu dengan ulkus
Amebiasis ekstraintestinal
Sebagai penyulit lain pada
amebiasis usus antara lain adalah apendisitis, striktur dan pseudopolip. Pada
apendisitis amoeba, apendiks tidak bersifat, sedikit menebal, di dalam mukosa
banyak ulkus dangkal, tidak teratur. Invasi dapat ke pembuluh darah, yang
paling sering terjadi penyebaran ke organ hati melalui vena
Diagnosa
Diagnosa klinis berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan jika
perlu pemeriksaan radiologi dan sigmoidoskopi. Diagnosa klinis sulit ditegakkan karena tidak spesifik.
Diagnosa laboratorium ditegakkan dengan menemukan trofozoit atau kista Entamoeba histolytica pada bahan pemeriksaan faeces, pemeriksaan ini penting
dan harus dibedakan dengan parasit protozoa lain yang sering ditemukan keluar
bersama faeces ataupun yang bukan parasit, harus dapat membedakannya dengan Entamoeba coli dan makrofag, seringkali
dari sediaan faeces pada amebiasis ditemukan Kristal Charcot-Leyden. Pada
faeces encer untuk pemeriksaan adanya bentuk trofozoit dilakukan pemeriksaan
langsung. Pada faeces padat, biasanya untuk pemeriksaan stadium kista, bila
sulit ditemukan, baik bentuk trofozoit atau kista, dicoba dengan metode
konsentrasi. Bahan pengawet bila
faeces tidak langsung diperiksa,
faeces disimpan dalam cairan fiksasi PVA
(polivinil alkohol) atau MIF (mertiolat iod formalin)
Untuk amoebik hati dan ekstraintestinal, tes serologi
indirek hemaglutinasi dengan titer lebih
dari 128 (spesifisitas 99%) atau ELISA dengan titer lebih dari 40 U
(sensitifitas 95%).
Pengobatan (menurut
Natadisastra, 2009) 1 :
-
Pengobatan tergantung jenis amoebiasis dan pemilihan obat
harus sesuai dengan tingkat amoebiasisnya dan disertai evaluasi dan disertai
evaluasi pengobatan
-
Amoebiasis asimptomatik: paromomisin 25-30 mg/kg/hari dalam 3
dosis selama 7 hari. Dapat digantikan diidohidroksiquin atau diloxanid furoad
-
Amoebiasis usus akut (disentri amoeba): metronidazol
-
Amoebiasis usus kronis (pembawa kista): dapat diberikan
diiodohidroksiquin atau diloxanid furoad, tapi jangan diberi metronidazol
Evaluasi hasil pengobatan (menurut
Natadisastra, 2009) 1:
Dilakukan beberapa tahap
pemeriksaan untuk dapat memastikan
keberhasilan pengobatan dengan pertimbangan jika pengobatan tidak tuntas
mungkin akan berbahaya bagi penderita karena akan semakin berat ataupun menjadi
karir yang berbahaya bagi lingkungan.
Pemeriksaan I.
Dilakukan 2 minggu sesudah
pengobatan dimana pemeriksaan faeces
dilakukan enam hari berturut-turut. Jika hasil positif, pengobatan
diulangi tetapi kadang-kadang
pemeriksaan sigmoidoskopi diperlukan
untuk melihat ulkus pada mukosa usus.
Pemeriksaan II.
Dilakukan 3 bulan sesudah
pengobatan, dilakukan pemeriksaan faeces (3-6) hari berturut-turut. Hasilnya positif atau negatif dilakukan
seperti pada pemeriksaan I
Pemeriksaan III
Dilakukan enam bulan sesudah
pengobatan
Pencegahan
Dapat dilakukan dengan
mengurangi sumber infeksi dengan
mengobati penderita amebiasis.
Pendidikan kesehatan terutama menyangkut
kebersihan, baik hygiene perorangan atau sanitasi lingkungan, pengawasan
sanitasi makanan, tempat hidup/bekerja, pembuangan sampah, pembuangan faeces,
pemberantasan lalat, kecoa sebagai vector mekanik yang dapat memindahkan kista
pada makanan/minuman Dari penelitian para ahli dari seluruh penduduk dunia
ternyata 18% mengandung Entamoeba histolytica, akan tetapi kurang dari 20%
saja yang menunjukkan tanda dan gejala penyakit.
Amoeba usus apathogen
1.
Entamoeba coli (Grassi 1879, Casagrandi dan Barbagali 1895)
Sinonim : Amoeba coli, Entamoeba hominis, Councilmania lafleuri
Morfologi : memiliki
morfologi yang sangat mirip dengan E.histolytica
ditemukan dalam dua bentuk:
Bentuk vegetatif (trofozoit)
Besarnya 15-30 µm, mempunyai
inti entamoeba. Ektoplasma hanya tampak nyata apabila pseudopodium terbentuk.
Pseudopodium kecil, dibentuk perlahan, gerakan lambat. Endoplasma mempunyai
vakuola mengandung bakteri, bentuk ini tidak bisa dibedakan dari bentuk minuta E. histolytica
Bentuk kista
Besarnya 10-31 µm, dalam
faeces biasanya intinya 2 sampai 8, yang berinti 2 memiliki vakuola glikogen
yang besar. Benda kromatoid seperti jarum dengan ujung tajam. Entamoeba coli tidak pathogen, tetapi penting untuk dapat dibedakan dari Entamoeba histolytica, hidup di kolon
dan sekum
3.
Entamoeba gingivalis (Gros 1849, Brumpt 1914)
Entamoeba gingivalis terdapat pada dental
socket (rongga gigi). Trofozoit yang
memfagosit netrofil meningkat pada parodontitis, mengandung bakteri dalam jumlah banyak dan
amoeba bersifat apatogen. Dapat dibiakan menggunakan media Locke’s Egg Albumin
(L.E.A) .4
Bentuk vegetatif : besarnya
10-20 µm, rata-rata 5-15 µm, memiliki inti entamoeba, vakuola besar dengan sisa
inti, leukosit dan bakteri
Bentuk kista : tidak pernah
ditemukan
Cara infeksi : diduga
terjadi dengan kontak bentuk vegetatif
4.
Iodamoeba butschlii (Von Prowazek 1912, Dobel
1919)
Bentuk vegetatif
: besarnya 6-25 µm, ektoplasma tidak tampak, endoplasma mempunyai inti dan banyak mengandung vakuola
dan bakteri
Bentuk kista :
besarnya 6-15 µm, memiliki satu inti, vakuola glikogen yang besar sehingga
mendorong inti ke pinggir, biasanya hidup komensal dalam caecum dan kolon,
infeksi melalui menelan kista matang.
2). Penyakit Oleh Cilliata Usus
Penyakit : Balantidiasis (balantidiosis, disentri balantidium, merupakan
penyakit zoonotik)
Etiologi : Balantidium coli (Malmsten 1857, Sten 1862)
Sinonim : Balantidium suis
Habitat : Mukosa dan sub mukosa usus besar terutama caecum bagian
terminal dan ileum
Hospes : manusia, babi dan kera
Balantidium coli adalah satu-satunya siliata yang menginfeksi
manusia. Ditemukan di seluruh dunia, penyebaran dengan fecal-oral dan terdapat
di daerah tropis, prevalensi lebih dari 1%. Prevalensi pada babi 20-100%.
Balantidiasis pada manusia memicu peningkatan prevalensi pada penduduk ,
contohnya di Papua New Guinea, babi merupakan hewan peliharaan sehingga
prevalensi sampai 28%. Penularan manusia
ke manusia juga dilaporkan biasa terjadi
pada pemukiman padat penduduk, hygiene perorangan yang buruk, rumah sakit jiwa
dan penjara.
Morfologi dan siklus hidup:
Cilliata merupakan protozoa usus terbesar, terdiri atas bentuk kista dan
trofozoit
Trofozoit :
-
Warnanya kelabu, tipis, lonjong berbentuk seperti kantung (
balantidium= kantung kecil), ukuran panjang 50-200 µm dan lebar 40-70 µm.
-
Silia tersusun longitudinal dan spiral sehingga arah
pergerakkan melingkar
-
Sitostoma sebagai mulut terletak di daerah peristoma yang
bersilia panjang berakhir pada sitopige sebagai anus sederhana
-
Terdapat dua vakuola kontaktil, dua nucleus (makro dan
mikronukleus). Makronukleus berbentuk seperti ginjal berisi kromatin sebagai
nucleus vegetatif/somatic. Mikronukleus banyak mengandung DNA terletak pada
bagian konkaf makronukleus, sebagai nukleus generatif/seksual.
Kista.
-
Berwarna hijau, bening, lonjong, memiliki dinding rangkap.
Ukuran 45-75 µm, terdapat makronukleus, vakuola kontraktil dan silia
Siklus hidup.
Gambar 14. Siklus hidup Balantidium
coli
Kista merupakan
stadium infektif terhadap penyebaran balantidiasis (1). Hospes hampir
seluruhnya terinfeksi kista dengan cara menelan kista melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi dengan kista (2). Setelah ditelan terjadi
ekskistasi dalam usus halus dan trofozoit membentuk koloni di usus besar (3).
Trofozoit menetap dalam lumen usus besar manusia dan hewan dan memperbanyak
diri dengan belah pasang transversal dan konjugasi (4). Trofozoit mengalami enkistasi untuk menghasilkan kista
infektif (5). Beberapa trofozoit masuk ke dalam dinding usus besar dan
bereplikasi, beberapa kembali ke lumen dan hancur, kista matang keluar bersama
faeces .
Epidemiologi.
Kosmopolit, paling banyak
pada daerah dengan iklim panas. Pada manusia frekuensi rendah, pada babi
(63-91%). Menurut Neva F.A dan Brown H.W (1994) terdapat dua spesies yang
berbeda, Balantidium coli yang dapat ditularkan pada manusia dan Balantidium suis tidak dapat ditularkan
pada manusia.
Gejala penyakit :
Asimptomatik dan dapat
sembuh sendiri, secara klinis dibagi menjadi infeksi sedang, akut dan kronis.
-
Infeksi sedang dan akut
Gejala sama
dengan amoebiasis usus yaitu diare, disentri, kolik abdomen, mual, muntah.
Faeces encer mengandung lendir, nanah dan darah, defekasi sehari 6-15 kali
-
Infeksi kronik
Diare hilang
timbul disertai konstipasi, nyeri pada kolon dan anemia
Diagnosis.
Menemukan parasit dalam
faeces, bentuk trofozoit pada faeces encer dan kista pada faeces padat.
Sigmoidoskopi dapat dilakukan untuk melihat ulkus (parasit jarang terdapat pada
isi ulkus, terdapat pada dinding dan dasar ulkus)
Pengobatan
Di-iodohidroksiquinolin
(di-iodoquin), Klor tetrasiklin atau metronid
3). Penyakit oleh Flagelata usus
Giardiasis
Etiologi: Giardia lamblia (Stiles 1915)
Sinonim: Cercomonas intestinalis, Lamblia
intestinalis, Giardia enteric, Giardia
intestinalis, Megastoma entericum
Penyakit : Giardiasis,
giardosis atau lambliasis, merupakan penyakit zoonotik terutama menyerang
anak-anak berumur 6-10 tahun.
Habitat : Duodenum, jejunum
bagian atas, saluran empedu, kandung empedu. Parasit melekat pada mukosa usus,
terjadi inflamasi ringan. Kegiatan mekanik dan toksik akan menganggu penyerapan
vitamin A dan lemak.
Morfologi dan siklus hidup
Bentuk trofozoit
-
Bebentuk seperti jambu monyet, tapi pipih dorsoventral
-
Ukuran (9-12) x (5-15) µm dan tebalnya 2-4 µm
-
Bagian anterior merupakan batil isap, inti dua buah
-
Flagel 4 pasang (2 aksostil dan 2 benda parabasal)
-
Berkembang biak dengan belah pasang longitudinal
Kista.
-
Ukuran (8-12) x (7-10) µm
-
Bentuk lonjong, inti 2 sampai 4 terletak pada satu kutub
-
Dalam endoplasma tampak sisa organel yang terdapat pada
bentuk vegetatif
Siklus hidup
Gejala klinik
Umumnya tidak menimbulkan gejala klinik yang berarti,
kalaupun ada biasanya terjadi pada anak-anak, terjadi enteritis akut dan
kronis. Pada diare kronik faeces berlemak (steatorrhea) diselingi obstipasi
kadang-kadang encer, sakit perut, ulu hati, perut kembung, faeces berlendir dan
mengandung darah. Pada orang dewasa hampir tidak berarti secara klinik.
Diagnosis
Diagnosa dengan
pemeriksaan faeces ditemukan stadium kista dan trofozoit. Dengan cara pembuatan
Wet mount menggunakan larutan garam fisiologis atau lugol,metode konsentrasi
menggunakan larutan formalin-etil-asetat, pewarnaan hematoksilin, trikrom.
Spesimen faeces harus diperiksa sebelum satu jam setelah pengambilan atau diberi
pengawet polivinil alcohol 10%
Diagnose
juga dapat dilakukan dengan teknik ELISA menggunakan antibody monoclonal yang
spesifik terhadap antigen Giardia
untuk membuktikan diagnose. Teknik ELISA telah digunakan untuk pemeriksaan Giardia lamblia pada faeces dengan
sensitifitas 92-98% dan spesifisitas 87-100%, metode ini digunakan untuk secara
luas untuk diagnosa klinik
Pengobatan
Kuinakrin (atabrin atau papakrin)
4). Penyakit oleh Sporozoa Usus
Coccidiosis
Etiologi: Isospora
belli (Wenyon, 1923)
Habitat : usus halus, tetapi
tidak diketahui tempat yang tepat. Ookista Isospora
belli pernah di dapat di jejunum dan
duodenum, parasit ini belum dapat dibiakan.
Jarang terjadi pada manusia,
penularan melalui makanan dan minuman yang ditularkan melalui tangan ke mulut,
patogenitas rendah, asimptomatik dan tidak memerlukan pengobatan, hanya
membutuhkan makanan yang lunak dan istirahat.
Cryptosporidiosis
Cryptosporidiosis merupakan penyakit parasit yang disebabkan
oleh Cryptosporidium sp yang hidup
di tanah, air dan makanan, penularan dapat terjadi dengan menelan parasit.
Gejala klinik yang timbul
selain diare yang encer, diikuti oleh dehidrasi, kehilangan berat badan, sakit
perut, demam, mual dan muntah. Pada umumnya orang yang terinfeksi tidak memerlukan
pengobatan, kecuali pada orang dengan penyakit system imun yang lemah seperti pada AIDS. Untuk pencegahan
infeksi dengan hygiene perorangan yang
baik, mencuci tangan sebelum makan demikian pula buah dan sayuran sebelum
dikosumsi
Cryptosporidium parvum
Morfologi
:
Berukuran 3-5 µm yang ditemukan di
saluran pencernaan pada hewan dan pada manusia pada daerah endemic melalui
makanan dan air yang terkontaminasi. Manusia terinfeksi dengan menelan ookista
yang mengandung banyak sporozoit. Sporozoit akan dilapaskan di saluran
pencernaan bagian atas dan melekat di sel mukosa yang kemudian akan membelah
membentuk merozoit. Merozoit akan meninvasi sel-sel mukosa lainnya dan kemudian
memperbanyak diri secara aseksual. Beberapa merozoit akan berdiferensiasi menjadi
gametosit jantan dan betina dan membentuk ookista yang kemudian akan
memperbanyak dan berdiferensiasi menjadi sporozoit. Ookista matang akan keluar
bersama faeces dan akan menginfeksi orang lain.
Ookista
Ookista berbentuk bundar dengan diameter 4,2-5,4 µm
Sporozoit terlihat di dalam ookista yang menandakan
terjadinya sporulasi
Diagnosa dan pengobatan
Diagnosa spesifik untuk Cryptosporidium pavum
menggunakan teknik (polymerase chain
reaction) PCR, untuk mendeteksi lingkungan dan spesimen hewan. Pengobatan belum ada pembuktian yang efektif terhadap
penanganan Cryptosporidium pavum akan tetapi telah dilakukan uji
coba terhadap paromysin
Figure 9
C.
Spesimen untuk pemeriksaan protozoa usus
Spesimen faeces yang diduga kemungkinan mengandung protozoa,
memiliki ciri khas sebagai berikut:1
Secara makroskopis
-
Tinja bersifat asam (acid)
-
Bau busuk (foul smelling)
-
Lendir (mucus) lebih sedikit dibandingkan
disentri basiler dan tidak terlalu lengket
-
Dapat disertai darah (pada faeces padat kadang
tidak disertai darah)
-
Nanah lebih sedikit dibandingkan dengan disentri
basiler
Secara mikroskopis
Akan banyak ditemukan banyak
bakteri, pada Entamoeba histolytica yang mengandung eritosit, eritrosit akan
membentuk rouleaux, kadang-kadang ditemukan Kristal Charcot-Leyden tetapi tidak
spesifik untuk disentri amoeba.
D.
Pemeriksaan
protozoa usus secara langsung:1
Wet Preparation
a) Tujuan
: untuk melakukan pemeriksaan secara cepat, bentuk trofozoit dan kista
b) Species:
untuk faeces encer (trofozoit) dan faeces keras (kista)
c) Reagen
:
Eosin 2% (untuk trofozoit)
Lugol (2% larutan Iodium + 3%
larutan Kalium Iodida)
d) Cara
kerja:
-
Dengan menggunakan lidi, faeces diambil sebesar
kacang polong dan diletakkan di atas kaca objek yang bersih dan kering
-
Dibubuhi larutan NaCl 0.85%, eosin 2% atau
lugol, diratakan menggunakan lidi,
kemudian ditutup dengan kaca penutup
-
Periksa dibawah mikroskop
Pewarnaan Trikrom
Sumber : Ash, Lawarence dan Thomas Orihel. Atlas of Human
Parasitology. ASCP. 4th.Ed 1997.
Prinsip pemeriksaan:
Dengan pewarnaan permanen pada spesimen faeces ntuk
mendeteksi protozoa usus. Protozoa yang berukuran kecil yang tidak dapat
dilihat pada pemeriksaan wet mount dapat dilihat dengan teknik pewarnaan.
Teknik Trikrom Wheatley untuk spesimen
faeces merupakan modifikasi teknik pewarnaan jaringan Gomori.
Spesimen
Faeces segar atau diberi pengawet PVA/MIF, formalin
10%. Dibuat preparat di atas kaca objek kemudian dikeringkan atau dihangatkan pada 60ºC.
Reagen
Reagen yang diperlukan sesuai dengan tujuh tahapan pewarnaan :
1.
Alcohol 70% ditambah iodine, disiapkan larutan stok dengan penambahan iodine kristal ke dalam
alcohol sampai didapat warna gelap. Apabila akan digunakan diencerkan dengan alcohol 70% sampai berwarna
coklat kemerahan atau seperti teh
2.
Alcohol 70%
3.
Zat warna trikrom (dapat dibeli larutan jadi)
4.
Asam alcohol 90% ( 99.5 ml etanol : 0,5 ml asam asetat
glacial )
5.
Etanol 95%
6.
Etanol 100%
7.
Xilol
Kontrol kualitas: disertakan preparat jadi sebagai kontrol misalnya Giardia spp. Pewarnaan benar apabila sitoplasma berwana biru kehijauan
kadangkala sedikit berwarna keunguan. Kista cenderung lebih berwarna ungu. Inti
dan kromatoid bodi, sel darah merah, bakteri dan Kristal Charcot- Leyden
berwarna ungu, latar belakang sediaan terlihat berwarna hijau sehingga kontras
dengan protozoa
Cara Kerja:
1) Untuk
sediaan dari PVA, genangi dengan alcohol 70%+iodine selama 10 menit
2) Preparat
direndam dalam etanol 70% selama 5 menit
3) Kemudian
direndam dalam etanol 70% kedua selama 3 menit
4) Direndam
dalam zat warna trikrom selama 10 menit
5) Lunturkan
dengan etanol 90%+asam asetat selama 1-3
menit
6) Dicuci
beberapa kali dengan etanol 100%
7) Rendam
dalam dua kali etanol 100% masing-masing 3 menit
8) Direndam
dalam xilol selama 10 menit
9) Kemudian
tempelkan penutup kemudian rekatkan menggunakan media perekat
contohnya permount
10) Preparat
diamati dengan mikroskop menggunakan lensa objektf 100x
Interpretasi
Sitoplasma
: berwarna biru kehijauan disertai ungu
Kromatin inti, benda kromatoid, eritrosit dan bakteri berwarna merah atau merah
lembayung
Latar belakang berwarna hijau sampai kebiruan
Ragi : hijau atau merah
Metoda modifikasi Mertiolat-Iodine-Formalin (MIF).1
Tujuan : untuk mendeteksi kista amoeba dan lamblia
dalam faeces
Reagen (disimpan
dalam botol coklat):
Larutan I
|
Larutan II
|
Aquadest 250 ml
Tincture of mertiolat (thimerosal) 200 ml
|
Lugol 5% harus
baru (tidak boleh disimpan lebih dari 3 minggu)
|
Cara kerja:
1. 5
ml larutan dasar I ditambahkan dengan 0,5 ml lugol
2. 0,5
gram faeces dimasukkan kedalamnya
kemudian diaduk sampai homogen
3. Disaring
dengan dua lapis kain kassa, dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge
4. Ditambahkan
7 ml eter dingin (4ºC)
5. Tabung
di tutup rapat dengan sumbat karet dan dikocok keras-keras sampai homogen.
Sumbat karet dilepas dan biarkan selama 2 menit. Kemudian disentrifuge selama 1
menit 1500-3000 rpm
6. Supernatant
dibuang endapan diambil menggunakan pipet, ditaruh di atas kaca objek
7. Dilihat
dibawah mikroskop
Metode Formol ether Ritchie.
1.
Kurang lebih 1 gram faeces dibuat emulsi menggunakan 7
ml 10% formol-saline
2.
Disaring melalui saringan kawat ke dalam tabung
sentrifuge
3.
Ditambahkan 3 ml ether dan dikocok keras selama 1 menit,
kemudian disentrifuge 2000 rpm selama 2 menit kemudian dibiarkan tenang
4.
Supernatant dibuang kemudian sisa endapan dikocok dan diletakan di atas kaca objek
5.
Diperiksa di bawah mikroskop
DAFTAR PUSTAKA
1.
Natadisastra djaenudin, Ridad agoes, Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari organ tubuh yang diserang, cetakan I,
EGC, 2009.
3.
Enrique Chaeon, Douglas K Miitchell.
Intestinal protozoal disease. Differential
Diagnosis & Workup. Tersedia dari
http://as. medscap.com/js.ng/params.richmedia/….
4.
Charles A,
Kofoid, Fellow A.P, H.A.Herbert G
Johnstone. The Cultivation of Endamoeba
gingivalis (Gros) from the Human Mouth,American Journal of Public Health
5.
http://www.tulane.edu/~wiser/protozoology/notes/intest/html
6.
http//www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/frames/morphologytables/body/…html