JARINGAN HEMEPOIETIK DI SUMSUM TULANG
Sumsum tulang yang
aktif dalam proses hemopoeisis hanya terbatas pada tulang-tulang vertebrae,
costa, sternum, pelvis, scapula, cranium dan ujung proksimal humerus dan femur.
Selain diisi oleh jaringan hemopoietik, bagian lain dari sumsum tulang diisi
dengan jaringan lemak. Dalam hal terjadi peninggian fungsi hematopoietik,
bagian lain dari sumsum tulang diisi dengan jaringan lemak. Dalam hal terjadi
peninggian fungsi hemotopoietik yang berlangsung lama, bagian sumsum ini dapat
berekspansi ke arah perifer. Pada bayi dan anak, bila dibandingkan dengan orang
dewasa, hemopiesis aktif berlangsung di bagian yang lebih distal pada
ekstremitas.
Berat rata-rata
sumsum tulang kira-kira 3,4 – 4,9 % dari berat badan (orang dewasa), atau
kira-kira 1.600 – 3.700 gram; berat ini kurang lebih sama dengan berat hati.
MORFOLOGI SEL
Dalam sumsum tulang dapat
dijumpai seri-seri sel darah sebagai berikut :
SERI GRANULOSIT
1. Mieloblast
:
Bentuk :
Bundar, reguler
Ukuran :
2 – 3 x eritrosit, 14 – 21 um
Inti :
Bentuk bundar atau oval, kadang-kadang dengan
identasi ringan terutama pada sel-sel yang leukemik. Kromatin halus seperti
pasir dan tersebar merata. Nukleoli 2 – 5
Sitoplasma : Tampak homogen berwarna biru/sangat basafilik,
tak ada “perinuclear zone”/”halo” seperti limfoblat umumnya, tidak ada granula.
2. Proielosit
Bentuk :
Bundar, reguler
Ukuran :
3 – 4
x eritrosit, 21 – 28 um
Inti :
Bentuk bundar atau oval atau dengan
indentasi ringan; ukuran relatif mengecil; letaknya eksentrik; nukleoli mungkin
masih terlihat samar/tidak tegas.
Sitoplasma : Warna basofilik berkurang banyak; granula
mulai tampak dengan warna ungu/azurofil.
3. Meilosit
Bentuk :
Bundar, reguler
Ukuran :
1 – 2 x eritrosit, 7 – 14 um
Inti :
Indentasi lebih nyata, ukuran makin meengecil.
Terletak makin ekseentrik (menepi)
Sitoplasma : Menjadi lebih luas, warna biru-kemerahan,
granula menjadi lebih banyak dan kasar, dengan differensiasi netrofil,
eosinofil atau basofil.
4. Metamielosit
Bentuk :
Bundar, reguler
Ukuran :
Makin mengecil
Inti :
Makin mengecil, indentasi dalam, inti
berbentuk “boomerang” atau ginjal; kromatin memadat dan menjadi lebih gelap
dari kromatin di mielosit.
Sitoplasma : “polymorphonuclear”
Lihat
uraian di bab-kuliah jenis leukosit.
SERI LIMFOSIT
1. Limfoblast
Bentuk :
Bundar, reguler
Ukuran :
Seperti mieloblast, 2 – 3 x eritrosit, 15 – 20 um
Inti :
Besar, kromatin lebih kasar dan padat
daripada di mieloblast.
Nukleoli jarang lebih dari 2 dengan gambaran lebih tegas daripada di mieloblast
Sitoplasma : Warna biru/basofil; mirip mieloblast tetapi
tampak lebih homogen sedang di mieloblast kesan berkabut; ada :”perinuclear zone”.
2. Prolimfosit
Bentuk :
Bundar, reguler
Ukuran :
2 – 3 x eritrosit
Inti :
Seperti limfoblast tetapi nukleoli
mengabur atau menghilang
Sitoplasma : Warna basofil berkurang
3. Monoblast
Bentuk :
Ireguler, sering berciri amuba
Ukuran :
2 – 3 x eritrosit, 15 – 20 um
Inti :
Bentuk tidak teratur/bervariasi, biasanya
dengan indentasi ringan, atau bahkan konvolusi; kromatin berupa anyaman halus
dengan 1 – 2 nukleoli besar yang tak teratur.
Sitoplasma : berwarna biru-kelabu atau sama sekali kelabu,
mengandung granula azurofil halus; seringkali bervakuol.
4. PROMONOSIT
Memiliki
bentuk dan ciri antara monoblast dan monosit.
5. MONOSIT
Lihat
uraian di bab-kuliah Jenis Leukosit
SERI SEL PLASMA
1. PLASMABLAST
Gambarannya seperti
pada sel plasma tetapi plasmablast lebih besar, ukuran intinya lebih besar dan
lebih kuat dengan 1 atau 2 nukleoli yang tidak jelas. Sitoplasma lebih biru.
2. SEL
PLASMA
Lihat uraian di
Bab-kuliah Jenis Leukosit
SERI MEGAKARIOSIT
1. Megakarioblast
Bentuk :
Reguler
Ukuran :
bisa mencapai 4x eritrosit, ± 30 um
Inti :
Bentuk bundar atau oval dengan 2 – 6
nukleoli yang sama dan kromatin yang halus tak teratur.
Sitoplasma : Tampak longgar dengan warna basofilik dab
beberapa tonjolan sitoplasma.
2. Promegakariosit
Bentuk :
Ireguler
Ukuran :
Membesar sampai 5 – 6 x eritrosit, 40 –
50 Um
Inti :
Nukleoli yang sama mungkin masih terlihat
Sitoplasma : Lebih padat dengan warna basofilik berkurang.
Di bagian tepi sudah mulai terlihat pembentukan trombosit.
3. Megakariosit
Lihat
bab-kuliah jenis leukosit.
SERI ERITROSIT
1. Rubriblast
(Pronormoblast)
Bentuk :
Ireguler
Ukuran :
2 – 3 x eritrosit (12 – 21 u)
Inti :
Oval atau bulat, menempati 85 – 90 %
bagian sel. Warna tidak teratur, tampak agregasi kromatin, dikelilingi oleh
“halo” yang tipis yang kadang-kadang sulit dilihat. Nukleoli dapat dilihat 1 –
4 tetapi sukar terlihat.
Sitoplasma : Tampak homogen, basofilik, tidak ada granula.
2. Prorubrisit
(Early Normoblast)
Bentuk : Seperti rubriblast
Ukuran :
Sedikit lebih kecil dari rubriblast (12 –
18 U)
Inti :
Besar; benang kromatin tampak jelas dengan warna gelap, sering tersusun seperti
terali sepeda
Sitoplasma : Menempati 60 – 70 % bagian sel, lebih banyak
tetapi lebih kurang basofilik daripada rubriblast.
3. Rubrisit
(Intermediare Normablast)
Bentuk :
Ireguler
Ukuran :
Mencapai 2x eritrosit ( 7 – 14 U)
Inti :
Besar, benang kromatin padat berwarna
gelap dan sering tersusun seperti terali sepeda, kadang-kadang ada nukleoli
Sitoplasma : Menempati 60 – 70 % bagian sel, lebih banyak
dari sitoplasma pronormoblast namun lebih kurang basofilik. Tidak ada granula.
4. Metarubrisit
(Late Normoblast)
Bentuk :
Reguler
Ukuran :
Sedikit lebih besar dari eritrosit (7 –
10 U)
Inti :
Piknotik, kadang-kadang terletak
eksentrik
Sitoplasma : Menempati 50 – 80% bagian sel, hemoglobin
lebih banyak
Dalam keadaan normal,
menurut Wintrobe, susunan sel-sel dalam sumsum tulang dapat dirinci sebagai
berikut :
Seri/Sel
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
1.
Seri
Netrofil :
a.
Mieloblast
b.
Promielosit
c.
Mielosit
d.
Mielosit
e.
Staf/batang
f.
Segmen
|
49,2–
65,0%
0,2
– 2,5
2,1
– 4,1
8,2
– 15,7
9,6
– 24,6
9,5
– 15,3
6,0
– 12,0
|
53,6%
0,9
3,1
12,7
15,9
12,4
7,4
|
2.
Seri
Eosinofilik
a.
Mielosit
b.
Metamielosit
c.
Batang
d.
Segmen
|
1,2
– 5,3 %
0,2
– 1,3
0,4
– 2,2
0,2
– 2,4
0,6
– 1,3
|
3,1
%
0,8
1,4
0,9
0,5
|
3.
Seri
Basofilik :
dan Mast Cell
|
49,2
– 65,0 %
|
53,6%
|
4.
Seri
Eritrosit :
a.
Pronormoblast
b.
Basopilic
normoblast
c.
Polychromatic
normoblast
d.
Eosinophilic
normobl
|
18,4
– 35,8%
0,2
– 1,3
0,5
– 2,4
17,9
– 29,2
0,4
– 4,6
|
25,6
%
0,6
1,4
21,6
2,0
|
5.
Limfosit
|
11,3
– 23,2 %
|
16,2%
|
6.
Plasma
cell
|
0,4
– 3,9%
|
1,3%
|
7.
Monosit
|
0
– 0,8%
|
0,3%
|
8.
Sel
Retikulum
|
0
– 0,9%
|
0,3%
|
9.
Megakariosit
|
0
– 0,4%
|
<
0,1%
|
10. M : E ratio
|
1,5
– 5,3%
|
2,3%
|
ASPIRASI / BIOPSI SUMSUM TULANG = BMP
Aspirasi/biopsi
sumsum tulang mempunyai arti penting, terutama untuk melengkapi evaluasi
penderita secara menyeluruh. Reaksi jaringan hematopoietik dirasakan kurang
informatif jika hanya berdasarkan data hasil pemeriksaan darah tepi yang ada.
Indikasi
dan Kontraindikasi
Di klinik dapat
dijumpai berbagai keadaan/kondisi yang membutuhkan pemeriksaan sumsum tulang.
Permintaan pemeriksaan sumsum tulang bisa didasarkan pada indikasi absolut dan
indikasi relatif.
1.
Anemia
yang tidak diketahui penyebabnya
2.
Anemia
megaloblastik
3.
Mielosklerosis,
anemia leukoeritroblastik
4.
Tumor
metastatik dan penyakit sumsum tulang invasif lainnya
5.
Penyakit
Hodgkin dan limfoma lainnya
6.
Hipersplenisme
7.
Trombositopenia
8.
Pansitipenia
9.
Agranulositosis/lekopenia
10. Kelainan meilo dan limfo proliferatif
11. Anemia refakter
12. Retikuloendoteleosis Ganas dan histiosis
13. Kelainan imunoglobin dan sel plasma
Indikasi Relatif
1.
Anemia
defisiensi besi
2.
Anemia
makrositik
3.
Pemantauan
kelainan hamatologik tertentu
4.
Penyakit-penyakit
granulomatous
5.
Kultur
sumsum tulang (Sitologi dan bakterial)
Kontraindikasi
: Hemofilia
Prosedur/Teknik
Aspirasi Sumsum Tulang
Untuk
pengambilan/spirasi sumsum tulang diperlukan khusus. Telah dikenal banyak macam
jarum tetapi pada prinsipnya semua terdiri atas 2 bagian pokok yaitu jarum dan
“stylet”.
Jenis yang banyak
dipakai adalah jarum sternal dan biasanya dipakai jarum no. 14 – 18. Teknik
aspirasi pada tulang sternum di daerah antara iga ke-2 dan ke-3 adalah sebagai
berikut :
1.
Siapkan
alat-alat dalam keadaan steril (seperti pada prosedur operasi)
2.
Siapkan
penderita, antara lain dengan melakukan desinfeksi daerah yang akan
dipungsi/tusuk, melakukan anestesi lokal.
3.
Untuk
penetrasi, jarum ditusukkan tegak lurus dengan jalan memutarnya sampai terasa
lunak dan dilanjutkan lagi kira-kira 1 – 2 mm; biasanya kedalamannya 5 – 15 mm.
4.
Setelah
ujung jarum mencapai rongga sumsum, stylet dicabut keluar dari jarumnya;
selanjutnya jarum dihubungkan dengan sebuah semprit yang steril.
5.
Semprit
ditarik pelan (mengisap) sampai terlihat adanya sumsum yang keluar sedikit dari
jarumnya.
Selanjutnya sternum,
tempat lain yang baik dipakai untuk pengambilan sumsum tulang adalah crista
iliaca, proses spinosus, costa, bagian proksimal tibia (terutama pada bayi).
Prosedur pada dasarnya sama dengan prosedur pengambilan di sternum.
Sediaan
Apus Sumsum Tulang
1.
Sediaan
apus : merupakan cara yang terbanyak dipakai. (Akan dijelaskan di kuliah)
2.
Sediaan
supravital
3.
Sediaan
Konsetrasi
Sediaan-sediaan ini
selanjutnya bisa diwarnai dengan pewarnaan Wright atau Giemsa (Lihat penuntun
praktikum).
Pemeriksaan
Sediaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan rutin terdiri
dari :
1.
Pengamatan
secara umum untuk melokasikan daerah pemeriksaan
2.
Morfologi
secara rinci
3.
Penentuan
adanya sel-sel tumor, granuloma, dll
4.
Perhitungan
jumlah sel, sebaiknya jumlah yang absolut. Sekurang-kurangnya dihitung 300 –
500 sel berinti dengan menggunakan lensa imersi