Pembentukan
Urin
Pada
orang sehat sekitar 650 ml plasma (1200 ml darah) melalui jaringan ekskresi
ginjal yang berfungsi setiap menit dan dibentuk sekitar 125 ml filtrat
glomerulus. Air dari plasma akan melalui glomerulus dengan bebas, dan
konstituen-konstituen plasma yang tidak terikat, dengan berat molekul kurang
daro 70.000 ada di dalam filtrat glomerulus dalam konsentrasi yang kira-kira
sama dengan yang ada di dalam plasma. Zat-zat dengan berat molekul lebih dari
70.000 tidak melalui glomerulus dengan bebas dan ada dalam filtrat glomerulus
dengan konsentrasi lebih rendah dari pada konsentrasi di dalam plasma meskipun
ukuran molekul bukanlah faktor penentu satu-satunya untuk filtrasi. Pada
manusia, hampir seluruh hasil akhir metabolisme di ekskresi melalui glomerulus,
ekskresi metabolik=metabolik melalui tubulus kurang penting kecuali untuk
kalium, utat dan kreatinin pada kadar yang tinggi di dalam plasma, tetapi
ekskresi tubulus dari banyak obat-obatan (seperti penisilin) mempunyai arti
penting. Tubulus ginjal memelihara air dan konstituen-konstituen yang larut
melaui reabsorbsi yang menggunakan transport aktif dan pasif atas filtrat
glomerulus. Glukosa, protein, asam-asam amino, dan sebagian besar air dan ion-ion,
di reabsorbsi pada bagian proksimal tubulus-tubulus. Pada bagian distal
tubulus, sisa air dan ion di reabsorbsi, terjadinya pengasaman urina, dan
mungkin terjadi pembentukan amino.
Konstituen
|
Ekskresi
harian
|
Filtrat
glomerulus
|
Urina
|
Air
|
180.000 ml
|
1500 ml
|
Natrium
|
20.000 m mol
|
150 mmol
|
Albumin
|
|
0.04 g
|
|
(60 µmol)
|
(0,6 µmol)
|
Urea
|
900 mmol
|
400 mmol
|
Urina
yang disekresi terakhir mempunyai komposisi yang sama sekali berbeda dari
filtrat glomerulus dari mana ia berasal.
Berbagai cara tubulus ginjal
menangani zat-zat yang di filtrasi secarabebas melalui glomerulus terlihat
dalam gambar 13.1.
(a) Glukosa
ada pada urina dalam konsentrasi sangat rendah, dan glukosa dalam filtrat
glomeulus bisa dianggap tereabsorbsi sempurna oleh tubulus.
(b) Urea
berdifusi kembali dari tubulus kedalam plasma sampai suatu tingakat yang
tertentu.
(c) Dan
(d) inusulin dan asam p-aminohipurat (PAH) merupakan zat-zat asing yang
dipergunakan dalam penyelidikan-penyelidikan fungsi ginjal. (c) inulin dalam
plasma, setelah di ekskresikan ke dalam filtrat glomerulus, melalui tubulus
tanpa mengalami sekresi atau reabsorbsi; tidak ada zat endogen yang benar-benar
mempunyai cara ini.
(d) PAH
di ekskresikan ke dalam tubulus, sama baiknya seperti ke dalam filtrat
glomerulus, dan plasma ginjal sebenarnya di bebaskan (‘dibersihkan’) dari PAH
pada saat melalui unit nefron; 8% yang tidak di bersihkan berjalan melalui
jaringan ginjal yang tidak mengalami ekskresi.
Clearance
Cara-cara ekskresi yang berlainan ini dapat di tunjukan
secara kuantitatif dengan menggunakan konsep clearance. Secara teoritis,
clearance setiap saat dari plasma adalah volume plasma darimana suatu volume
urina yang dihasilkan
Gambar
13.1. diagram yang sudah disederhanakan, yng memperlihatkan berbagai cara
tubulus ginjal menangani zat-zat yang telah difiltrasi secara bebas melalui
glumerulus (a)glukosa direabsorbsi secara sempurna (b) Urea-direabsorbsi
sebagian. (c) Inulin- tidak mengalimi perubahan, (d) Kreatinin- Sebagian
disekresi kedalam tubulus (e) asam aminohipurat-seluruhnya disekresi kedalam
tubulus.
( biasanya ekskresi satu
menit ), ‘mengalami pembersihan’ dari zat itu. Ini di perhitungkan (sebagai
ml/menit; atau kadang-kadang sebagai gl/detik) sebagai
Satuan-satuan
konsentrasi adalah tidak relevan, sejauh mana satuan-satuan ini sama untuk
plasma dan untuk urina – sekarang, biasanya mereka dinyatakan sebagai mmol/l.
Dalam kenyataannya ginjal
tidak membersihkan satu satuan volume plasma dari zat yang di ekskresikan
secara sempurna, dan tidak mempunyai pengaruh pada satuan volume plasma lainnya
– sehingga clearance lebih baik di definisikan sebagai volume minimum plasma
yang di perlukan untuk memberikan sejumlah zat yang di ekskresikan ke dalam
urina dalam satu menit (atau satu detik). Clearance ginjal dari setiap zat
dapat di ukur dengan membandingkan ekskresi zat tersebut ke dalam urina setelah
suatu periode tertentu dengan konsentrasi rata-ratanya di dalam plasma selama
periode itu, dan yang lebih konstan adalah konsentrasi di dalam plasma sebagai
hasil yang lebih dapat di percaya. Pada orang dewasa clearance rata-rata,
glukosa ( dengan perkiraan tak adanya glukosa dalam urina ) adalah 0, urea 75,
inulin 125, dan PAH 650, semuanya dinyatakan sebagai ml/menit keadaan-keadaan
ini di koreksi terhadap luas permukaan standar, 1,73 m2 , dan luas
permukaan di gunakan sebagai standar perbandingan konvensional, karena
berhubu7ngan erat dengan massa ginjal fungsionil.
Karena
jalan pada mana ia diekskresikan melalui ginjal yang normal, maka clearance
inulin ( dan kadang-kadang 5 1 Cr – EDTA) di ambil sebagai suatu
ukuran filtrasi glomerulus, yaitu 125 ml/menit. Clearance PAH ( dan
kadang-kadang di odon ) di ambil sebagai ukuran aliran plasma ginjal yang
efektif, yaitu 650 ml/menit. Semua ini adalah zat-zat eksogen yang memerlukan
infus intravena. Fraksi filtrasi (sebagai plasma yang difiltrasi pada
glumerulus normal kira kira 20 %) dapat dihitung sebagai clearansi
inulin/clearanse PAH dikalikan 100.
Adalah
mungkin dengan pengukuran eksresi PAH pada kadar PAH plasma yang tinggi, untuk
menghitung suatu faktor yang disebut eksresi tubulus maksimum untuk asam
p-aminohipurat (TmPAH) .Ini merupakan ukuran fungsi sekresi tubulus p roksimalis. Dapat dihitung dengan
mengukur eksresi glukosa pada tingkat glukosa plasma yang tinggi, maka suatu
faktof disebut reabsorpsi tubulus maksimum untuk glukosa (TmG ): ini
merupakan kapasitas reabsorpsuh tubulus
proklimalis walaupun keadaan ini tidak tergantung dari laju filtrasi
glumerulus. Seluruh penyelidikan-penyelidikan clearence ini merupakan prosedur
riset dan karena ia memerlukan infus maka tidak cocok untuk pemeriksaan klinik
yang rutin.
Prosedur-prosedur
klinik. Pengukuran sederhana dari clerensi kreatinin indogen
sering kali dipergunakan sebagai suatu perkiraan laju filtrasi glumerulus. Hal ini memberikan hasil sedikit lebih tinggi
dari pada clearance inulin karena kreatinin disekresi oleh tubulus pada semua
tingkatan fungsi ginjal. Tetapi secara umum hasil pengukuran clearance
kreatinin sebanding dengan laju filtrasi glumerulus yang sebenarnya sampai
terjadi kelemahan fungsi ginjal yang luas. Clearance urea memberikan ukuran
utama filtrasi glumerulus, tetapi tidak keseluruhan dan memberikan hasil yang
lebih rendah (kira –kira 30%) dari pada filtrasi glumerulus karena sebagian
urea direabsorbsi.
Ekskresi
air dan ion-ion
Air dan natrium yang telah
difiltrasi melalui glumerulus sebagian besar direabsorbsi di dalam tubulus,
melalui mekanisme counter-current termasuk ansa Henle. Kalium dalam filtrat
glomeruli direabsorbsi, dan kalium urina berasal dari sekresi tubulus dalam
pertukaran dengan natrium. Normalnya, bikarbonat yang difiltrat seluruhnya
direabsorbsi. Seorang dewasa normal mengekskresikan kira-kira 1200 mmol solut
per hari, diantaranya kira-kira 700 mmol bersifat ion , dan sisanya sebagian
besar urea.
Glukokortikoid mengontrol
ekskresi air dan natrium, terutama melalui efeknya atas laju filtrasi
glumerulus (hal.175), mineralokortikoit mempunyai pengaruh untuk mengontrol
pertukaran ion natrium dalam tubulius distalis, dan hormon antidiuretika
bekerja pada reabsorbsi air ditubulus distalis.
Ambang
Lambang
suatu konstituen tertentu du dalam plasma adalah konsentrasi di dalam plasma di
atas ambang mana ia akan diekskresikan ke dalam urina, dengan beranggapan bahwa
fungsi glumerulus dan tubulus normal. Zat ambang adalah zat yang normal ada
dalam plasma pada konsentrasi kuran dari pada yang diperlukan untuk
diekskresikan kedalam urina. Ambang glukosa kira-kira 10 mmol /l. Karena
konsentrasi glukosa plasma normal berada di bawah angka ini, glukosa dapat
disebut zat ambang. Reabsorbsi glukosa di dalam tubulus yang berasal dari
fltrat glomerulus, secara praktis merupakan keseluruhan glukosa yang difiltrasi
melalui glomerulus pada nilai glukosa plasma di bawah 10 mmol/l. Nilai ambang
urea 0, yakni urea diekskresikan ke dalam urina tetapi konsentrasinya di dalam
plasma rendah, dan urea dapat disebut bukan zat ambang. Ambang setiap zat dapat
berubah secara fisiologis atau patologis dalam aliran plasma ginjal,
permeabilitas glomerulus, atau kapasitas reabsorbsi tubulus.
Fungsi
ginjal lainnya
Fungsi utama ginjal adalah
untuk mempertahankan milieu interieur dengan mengubah kecepatan ekskresi
berbagai konstituen-konstituen dalam plasma (termasuk air).
Penyelidikan tentang
perubahan-perubahan yang terjadi di dalam homeostatis dan kemampuan ekskresi
ginjal pada penyakit merupakan tujuan utama tes-tes fungsi ginjal. Kemampuan
ginjal lainnya tdak bolkeh di lupakan. Aparatus jukstaglomerulus menghasilkan
enzim renin yang bekerja pada
angiotensinogen plasma untuk membentuk zat vasokonstriktor angiotensin, yang
juga merupakan stimulator kuat untuk sekresi aldosteron. Ginjal menghasilkan
rangsangan spesifik untuk produksi eritrosit, eritropoetin dan mengubah 25
hidroksikolekalsiferon menjadi 1,25-dihidroksikolekalsiferol. Sel-sel tubulus
mempunyai aktifitas metabolisme yang bebas. Tubulis distalis menghasilkan
amonia dari glutamin dan asam-asam amino, dan ion-ion hidrogen dari asam
karbonat.
Kerusakan
ginjal dan fungsi ginjal
Efek kelemahan ginjal,
tergantung luasnya kerusakan apakah kelemahan terutama fungsi glomerulus atau
terutama fungsi tubulus: biasanya seluruh nefron tidak mengalami kerusakan
dalam luas yang sama.
Glomerulus
Kerusakan fungsi glomerulus
mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Gangguan-gangguan pre-renal,
seperti hemokonsentrasi atau penurunan tekanan darah arteri perifer, atau
bendungan vena ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi
penurunan laju filtrasi glomerulus: obstruksi pasca renal juga mengurangi
filtrasi glomerulus melalui tekanan balik. Penurunan ini, baik oleh
penyebab-penyebab pre-renal atau pasca-renal atau penyakit-penyakit ginjal,
mengkibatkan sekresi produk-produk nitrogen untuk di ekskresikan ( azotemia
‘pre-renal atau azotemia ‘renal’). Ada retensi air, fosfat dan kalium,
kecenderungan kehilangan natrium, hipokalsemia, dan asidosis pada kasus-kasus
kronis; dan penurunan nilai-nilai clearance. Oliguria, biasanya berosmolalitas
dan berat jenis yang tinggi, ada bila filtrasi glomerulus menurun. Kerusakan
patologis membrana basalis glomerulus menyebabkan bocornya plasma dan eritrosit
melalui glomerulus yang terkena: sehingga ada proteinuria ringan ( yang lebih
berat pada lesi membrannosa) dan hematuria ( yang lebih berat pada lesi
proliferatif ). Sindrona nefrotik terutama gangguan berupa peningkatan
permeabilitas yang memungkinkan kehilangan protein-protein tertentu secara
berlebihan.
Tubulus
Kerusakan fungsi tubulus
menbgakibatkan kegagalan reabsorbsi dan kehilangan kompensasi untuk mengubah
volume cairan tubuh, tekanan osmotik dan keadaan asam basa. Bisa mempengaruhi
banyak konstituen filtrat glomerulus 6termasuk air elektrolit, protein, dan
banyak zat yang tidak terionisasi. Sebaliknya sindroma tubulus ginjal mungkin
hanya mempengaruhi satu atau beberapa zat yang dapat di reabsorbsi.
Penting untuk membedakan
insufiensi dengan kegagalan ginjal. Insufiensi ginjal bisa di duga timbul bila
kadar produk-produk akhir yang akan di ekskresikan di dalam plasma masih normal
sedangkan pada kegagalan ginjal ( biasanya bila clearisence telah turun di
bawah 50% ), konsentrasi zat di dalam plasma ini seperti urea, di atas normal.
TES-TES
FUNGSI GINJAL
Tes – tes fungsi ginjal mempunyai
dua tujuan utama. Tes-tes ini mendeteksi
kemungkinan kerusakan ginjal pada seorang pasien yang mempunyai gangguan pada
ginjal, atau menentukan derajat kerusakan fungsi ginjal yang diketahui sakit.
Pemeriksaan urina terhadap protein, sel dan slinder untuk suatu lesi aktif,
sedangkan penelitian clearacean tes – tes yang berhubungan menyelidiki
kehilangan fungsi. Sekali kerusakan ginjal terdeteksi, maka tes – tes fungsi
ginjal dapat menunjukkan daerah utama dan derajat gangguan nefron, tetapi jarang
– jarang juga menyebabkan cedera ginjal. Kira – kira dua pertiga jaringan
ginjal harus rusak secara fungsional agar tes – tes fungsi ginjal
memperlihatkan kelainan,dan kegagalan ginjal berkembang bila ada ketidak
mampuan mempertahankan keseimbangan. Seseorang yang karena herediter atau
pembedahan hanya mempunyai satu ginjal sehat akan menunjukkan respon yang
normal terhadap tes – tes fungsi ginjal. Seperti tes – tes fumgsi hati,
kerusakan sedikit sampai sebagian besar nefron (seperti pada nefritis), dengan sisa
ginjal bekerja berlebihan, lebih mungkin menunjukkan fungsi ginjal yang
terganggu daripada destruksi lengkap dari beberapa nefron pada mana sebagian
besar sisa ginjal tetap sehat, (seperti pada karsinoma ginjal). Bahkan sebagian
besar sisa ginjal tampak memuaskan bila pasien memperoleh beban diet normal,
maka tes – tes untuk adaptasi ginjal terhadap keadaan obnormal dapat
memperlihatkan kegagalan fungsi bila ada insufisiensi ginjal.
PEMERIKSAAN
URINA SEDERHANA
Volume
Volume
urin normal 24 jam pada orang dewasa 750 dan 2000 ml. Ini tergantung pada
masuknya cairan (biasanya merupakan suatu kebiasaan) dan kehilangan cairan
melalui jalan lain ( terutama keringat, yang tanpa demam, tergantung pada
aktivitas fisik dan suhu luar). Suatu perubahan yang jelas dalam pengeluaran
urina dapat menjadi tanda yang menonjol pada penyakit ginjal.
Oliguria
berkembang juga pada setiap penyakit bukan ginjal pada mana terhadap kekurangan
masukan cairan, atau kehilangan cairan berlebihan melalui jalan lain,sebagian
contoh melalui perdarahan,atau diare dan muntah. Poliurea merupakan tanda khas
dari insufisiensi ginjal kronis. Poliurea dengan osmolalitas rendah juga
ditemukan pada diabetes insipidus,polidipsia histeris atau setelah mobilisasi
cairan dari asites atau edema. Poliuria timbul sebagai diuresis osmotik pada
suatu penyakit yang disertai peningkatan ekskresi metabolit. Khususnya pada
diabetes melitus.
Pengeluaran
urina minimal dalam 24 jam yang dibutuhkan untuk mengeluarkan produk – produk
sissa dari metabolisme normal kira –kira 500 ml. Seorang pasien dapat dikatakan
mengalami oliguria bila volume urin dibawah 400 ml dalam 24 jam, dan anuria
bila dalam 24 jam volume dibawah 100 ml,
tetapi nilai – nilai ini tdk tepat digunakan.
Pengukuran
– pengukuran kuantitatif volume urina mempunyai nilai terbatas kecuali
pengukuran – pengukuran juga dibuat terhadap masukan dan kehilangan cairan
melalui jalan lain. Pengeluaran 12 jam siang dan 12 jam malam seharusnya diukur
secara terpisah. Normal nilai siang mempunyai volume lebih banyak daripada
urina malam. Urina malam sama atau melebihi urina siang pada penyakit
Glomerulotubulus yang berat.
KONSENTRASI
URINA: OSMOLALITAS DAN BERAT JENIS
Osmolalitas
adalah ukuran fisiologis bermakna dari konsentrasi urina. Tetapi analisa ini
memerlukan alat – alat laboratorium, sedangkan pengukuran berat jenis (yang
tergantung pada masa solut dan tidak pada aktivitas osmotik) dapat dilakukan
dalam ruangan yang berdampingan. Biasanya osmolalitas dan berat jenis
dipengaruhi pada penyakit dalam arah yang sama, tetapi karena variasi dalam
sifat solut – solut, maka nilai yang satu tak dapat dihitung berdasarkan nilai
yang lain.
Urina
sehat mengandung kira – kira antara 1500 dan 700 mmol solut per 24 jam; nilai
maksimum dan minimum diatas waktu ini
kira – kira 1000 dan 3000 mmol/ kg. Berat jenis normal (sebenarnya disebut
densitas relatif) dari contoh urina yang terkumpul dalam 24 jam antara 1,025
dan 0,010: biasanya nilai maksimum dan minimum kira – kira 1,30 dan 1,005.
Dalam lingkungan normal konsentrasi
urina berbanding terbalik dengan volume urina. Konsentrasim urina paling tinggi
dalam contoh urina pagi hari (urina sepanjang malam), dan paling rendah dalam
contoh urina 1 jam setelah minum banyak cairan. Fiksasi berat jenis pada kira –
kira 1,010, atau osmolalitas kira – kira 300 mmol/1, manjadi nilai plasma bebas
protein, timbul pada penyakit ginjal
kronis yang berat. Biasanya gangguan – gangguan yang berhubungan dengan
oliguria menghasilkan urina pekat. Poliuria cenderung membentuk urina
konsentrasi rendah. Pada diabetes melitus ada poliuria pada konsentrasi urina
yang tinggi: bahkan bila berat jenis urin telah dikoreksi terhadap warna
glukosa, berat jenis masih tinggi karna masih konsetrasi garam – garam yang
meningkat dalam urin. Suatu koreksi harus juga diterapkan bila interpretasi
beat jenis urin disertai proteinuria yang jelas, sedangkan ptrotein mempunyai
efek tak penting terhadap osmolalitas. Oliguria dengan berat jenis rendah (
setelah koreksi proteinuria) dan osmolalitas rendah timbul pada nekrosis tubulus akut karna tubulus – tubulus
tidak mengkonsentrasikan filtrat glomelurus dalam jumlah yang terbatas.
pH
Pada
suatu diit campuran normal, biasanya urin bersifat asam, umumnya bervariasi
dalam pH kiran – kira antara 5,5 dan 8,0. Diit sayuran menyebabkan kecendrungan
alkalosis ( hal. 48), sehinggah menghasilkan urin alkalis. pH urin pada penyakit dapat mencerminkan keadaan asam-
basa plasma, dan fungsi tubulus - tubulus
ginjal. Ini mungkin juga berubah banyak oleh infeksi bakteri pada traktus
urinarius, atau secara sengaja dengan obat – obat pembentuk asam atau alkali.
PENAMPILAN
Jika
ada konstituen – konstituen yang tidak berwarna, maka makin tinggi konsentrasi
urin maka makin pekat warnanya. Kecepatan ekskresi pigmen – pigmen urin normal (‘urokrom’)
adalah tetap,dan urina yang pucat mempunyai berat jenis rendah, urina yang
gelap mempinyai berat jenis tinggi.
Urin yang berwarna timbul
pada penyakit –penyakit tertentu atau gangguan – gangguan metabolisme, dan
setelah pemakaian banyak obat –obatan.
BAU
Urina
yang terinfeksi dengan organism gram negtif seringkali mempunyai bau yang
kurang menyenangkan. Sebagai tambahaan, urina terinfeksi dengan organisme –
organisme pemecah urea menghasilkan baau ammonia. Jika urina yang mempunyai bau
normal pada saat tiba dilaboratorium berkembang menjadi seperti itu, ini
menunjukkan dekomposisi bakteri dan contoh urina tersebut tidak dapat dipakei
untuk sebagian besar anlisa kimia. Obat – obatan tertentu, paraldehid, member
bau khas, seperti penyakit uruna sirup maple .
PROTEIN
Filtrasi
glomerulus terhadap protein berbanding terbalik dengan ukurannya, yang umumnya
bervariasi terhadap berat mulekulnya,
seperi berat dan muatan mulekulnya juga mempengaruhi filtrasi. Pada umumnya
protein – protein dengan berat molekul lebih besar dari pada 70.000 tidak di
filtrasi. Urin normal sangat sedikit mengandung protein (40-120 mg/24 jam), dan
konsentresi ini tidak dapat dideteksi dengan tes – tes sederhana. Adanya
protein terutama berasal dari protein – protein plasma. Rasio albumin-globulin
dari protein urin normal, yang relative mengandung lebih banyak mengandung
globulin dengan berat molekul rendah daripada dalam plasma, kira – kira 1:1.
Sebagian kecil protein yang ada dalam urina normal mengandung sisa – sisa dari 8 g protein (kira – kira 4 g diantaranya
albumin) yang tiap hari masuk kefiltrat glomerulus pada konsentrasi kira – kira
40 mg/l, kebanyakan telah diabsorsi dan dikatabolisme didalam tubulus
proksimalis dan juga mengandung protein yang diekskresikan dari tubulus dan traktus
urinarius bagian bawah. Hemoglobin mempunyai ambang sekuta 1 g/ 1 plasma
:hemoglobin yang dibebaskan kedalam plasma mula – mula berikatan dengan
haptoglobin; bila ini telah jenuh maka hemoglobin bebas sisanya difitrasi
melalui glomerulus.
Tes
– tes untuk proteinuria. Lebih mudah untuk mengetes urin mereka
terhadap proteinyang larut (hal. 304),jika bening, dan kekeruhan urina biasanya
dapat dihilangkan dengan menyaring atau pemusingan. Tes – tes klasik terhadap
protein urina tergantung pada denaturasi dan presipitasi protein. Ini biasanya
dapat dilakukan dengan mendidihkan urina setelah pengasaman atau dengan
menambahkan kedalam urin suatu asam organic dengan berat molekul yang tinggi,
paling sering digunakan asam sulfosalisilat 25%. Tes asam sulfosalisilat agak
kurang sensitive daripada tes pendidihan, tetapi jauh lebih menyenangkan. Tak
ada zat endogen dalam larutan urin selain daripada presipitat protein pada
pendidihan dan tetap tak larut setelah urin diasamkan. Obat – obatan tertentu
dengan berat molekul yang tinggi tersepitasi dengan asam sulfosalisilat, dan
reaksi positif palsu didapatkan bila urin mengandung bahan diagnostic
radio-opak atau tolbutamid.
Warna
urin
|
Penyebab
langsung
|
Penyebab
tidak langsung
|
Merah
coklat
|
Hemoglobin
methemoglobin
|
Hemolisa
intravaskuler
Crush
syndrome
|
Ungu
kemerahan
Ungu
kemerahan
(bila
didiamkan)
|
Porfirin
Porfirin
|
Porfiria
eritropeotik
Porfiria
intermiten acute
|
Coklat
kemerahan
(bila
didiamkan)
|
Urobilin
|
Anemia
hemolitik
|
Orange
(fluoresensi hijau)
|
Eosin
Riboflavin
|
Bahan
pewarna, seperti dalam permen
Terapi
vitamin
|
Kuning
|
Mepakrin
Tetrasiklin
Pigmen-pigmen
empedu
|
Terapi
malaria
Terapi
antibiotika
Ikterus
kolestasis
|
Hijau
biru
|
Piosianin
Biru
metilen
|
Infeksi
pseudomonas aeruginosa
Bahan
pewarna
|
Biru
(terutama bila didiamkan)
|
Komponen
nilai
|
Indikanemia
dalam penyakit usus atau supurasi
|
Ungu
|
Fenolftalein
(dalam urina alkalis:urin menjadi jerni pada pengasaman)
|
Pencahar
|
Coklat
– hitam (bila didiamkan)
|
Melanin
asam homogentisat
|
Melanoma
maligna alkaptonuria (kesalahan metabolism bawaan)
Okronosi
berhubungan dengan keracunan fenol
|
Hitam
|
Besi
sorbitol
|
Terapi
besi parenteral
|
Keruh
|
Bacteria
dan leukosit bacteria (dalam urin asam) urat
(merah muda),oksalat
(dalam
urina alkalis)fosfat
|
Ifeksi
traktus urogenitalis
Infeksi
in vitro biasanya normal
Biasanya
normal
|
Berkabut
|
Eritrosit
|
Kerusakan
glomerulus atau perdarahan traktus urinarius ringan
|
|
Asam urat dalam konsentrasi
tinggi,seperti dalam urina bayi,terpresipitasi dengan asam sulfosalisilat,
tetapi presipitat larut pada pemanasan campuran ini sampai 60ºC.
Tes – tes dengan kertas,
pada mana terjadi reaksi – reaksi warna didasarkan pada indicator- indicator
kesalahan protein, menjadi terkenal karna kemudahannya. Tes – tes in sederhana,
tidak membutuhkan penjernihan urina, dan amat kasar secara kuantitatif; tetapi
dapat memberikan hasil positif palsu lemah pada urina alkalis. Mereka relatif
tidak sensitive terhadap protein – protein dengan berat molekul rendah, seperti
protein bonce jones dan ᵝ2-mikroglobulin.
Jika diprerlukan analisa
kuantitatif, maka lakan dengan metode laborantorium, dan bukan dengan tes
Esbach yang sangat tdk teliti.
Deferensiase
ekskresi protein urina. Protein yg ada dalam urin pada penyakit ginjal
merupakan campuran albumin dan globulin. Bila ada kerusakan glomerulus, albumin
menjadi protein urina utama, dan pada
nefritis rasio albumin globulin dari proteinurin sekitar 5:1. Pada sindrom
tubulus ginjal dan dalam jumlah tertentu pada perluasan infeksi traktus
urinarius bagian atas, terutama ditemukan kelebihan a dan ᵝ2-mikroglobulindengan
berat molekul rendah: pemisahan dapat dilakukan dengan elektroforesa
poliakrilamid.
Dengan metose imunologi atau
melalui filtrasi jeli atas plasma damn urina, mungkin melakukan pengukuran
clearance protein spesifik yang dikenal dengan berat molekul berbeda. Protein –
protein yang lazim dipakai, dalam urutan ukuran yang makin meningkat, ᵝ2-mokroglobulin,albumin
dan transferin, IgG, dan a2-makroglobulin. Jika protein – protein
berat molekul rendah dibersikan jauh lebih mudah daripada berat molekul tinggi,
maka proteinuria disebut sebagai selektif, yang menunjukkan relative sedikit
kerusakan membrane basalis dan prognosanya lebih baik. Sebaliknya adalah
proteinuria tak- selektif , denga ratio rendah clearance-clearance (seperti
IgG/transferin) menunjukkan kerusakan lebih besar. Peningkatn clearance ᵝ2-mikroglobulin
dalam hubungan dengan albumin merupakan indikasi kerusakan tubulus.
Slinder.tubulus
mengsekresi suatu a1-makroglobulin yang disebut protein
tamm-horsfall,dengan berat molekul sekitar 80.000. dengan adanya albumin
protein ia berubah dari bentuk cair kebentuk jeli sebagai slinder. Berbagai
jenis – jenis slinder mempunyai isi yang berbeda-beda, misalnya slinder
granular mengandung sel – sel tubulus yang berdegenerasi.
Protein
mucus. Ini dapat ditemukan didalam urin pada penyakit traktus
urinarius bagian bawah, atau berasal dari semen, bila spermatozoa ada dalam
deposit urin, atau dari secret vagina. Protein makus dipresipitasi dari urin
pada pendinginan dengan penambahan asam asetat 33%.
Protein
bence jones. Protein dengan berat molekul yang rendah ini
merupakan rantai ringan globulin myeloma dan disentesa secara berlebihan pada
myeloma multiple (hal.126). elektrofalesa urin pekat merupakan tes paling peka
dan protein Bonce Jones juga dapat dideteksi dengan bentuk lapisan –
lapisan urin pada HCL pekat (tes
Bradshaw), atau dengan salting out. Tes klasik untuk protein bonce jones yaitu
protein ini mengendap bila urin asam dipanaska sampai 40-50ºC( sedangkan
protein urina normal belum terpresipitasi sampai 60ºC). danlarut lagi dalam pemanasan urin sampai
mendidih, untuk timbul kembali pada pendinginan, sekitar 70ºC:tes ini sekarang hanyalah merupakan kenangan sejarah.
Tes kertas indicator untuk proteinuria relatif tidak peka untk protein Bonce
Jones.
Hemoglobin
dan derivat-derivat hemoglobin. Ia merupakan protein dan
memberikan hasil tes – tes yang norman untk
protein urina komponen ini dapat dideteksi dan diidentifikasi dengan
pemeriksaan spektroskopi dan kimia
Penyebab
proteinuria
Secara anatomi proteinuria
diklasifikasi sebagai pre-renal, renal, dan pasca renal.
Pre-renal.
Ini
disebabkan oleh penyakit umum yang mempengaruhi ginjal dan merupakan indikasi
kerusakan ginjal(karna peningkatan permeabilitas glomerulus) seperti pada
keadaan – keadaan hipertensi asensial dan eklamsia. Proteinuria pada anemia
berat disebabkan oleh anoksia ginjal,dan begitu pula payah jantung disebabkan
oleh anoksia dan bendungan. Proteinuria sementara sering terdapat pada
demam,berkuat, dan penyakit serebro vaskuler bisa berasal dari kerusakan
glomerulus ‘toksik’ skunder.proteinuria ringan sering ditemukan pada penyakit
keganasan yang berat. Proteinuria ‘benigna’, yang kadang – kadang timbul dalam
kehamilan, dan albuminuria ortostatik’,diduga karna tekanan mekanis pada vena –
vena ginjal yang menyebabkan bendungan vaskuler ginjal, tetapi dapat juga oleh
sebab – sebab lain yang mengubah peredaran
darah ginjal. Proteinuria ortostatik dapat ditemukan pada banyak orang muda
yang kelihatan sehat, terutama dengan lordosis, pada pemerikasaan medis secara
rutin; pada keadaan ini , berbeda dari pasien – pasien glomerulonefritis,
contoh urina pagi setelah bangun tidur bebas protein, dan eritrosit tak pernah
ditemukan secara berlebihan. Pada semua tipe proteinuria pre-renal proteinuria
jarang melebihi 2 g dalam 24 jam,dan eriteisit serta silinder jarang ditemukan.
Jarang terjadi proteinuria
pre-renal sejati, tanpa kerusakan ginjal, dan proteinuria yang berkepanjangan
dengan sendirinya akan menyebabkan kerusakan ginjal. Jika ad hemoglobinemia
maka akan terjadi ekskresi hemoglobin kedalam urin bahkan pada mana tidak ada
kerusakan ginjal. Proteinuria Bonce Jones, mioglobinuria, dan hemoglobinuria
merupakan proteinuria pre-renal.
Renal.
Penyakit
ginjal primer hampir selalu berhubungan dengan proteinuria,dan proteinuria yang
kontinu harus dianggap disebabkan oleh
kerusakan ginjal sampai terbukti tidak benar. Proteinuria dapat menjadi tanda
satu-satunya dari kerusakan ginjal dini oleh obat-obatan nefrotoksik atau pada
penyakit, dan diabetes melitus merupakan
penyebab yang sering. Penyembuhan dari glomerulonefritis akuta tidak dapat
diterima bila proteinuria masih ada. Pada berbagai jenis penyakit ginjal dapat
dilihat derajat proteinuria yang berbeda. Pada glomerulonefritis proteinuria
disebabkan oleh kebocoran melalui glomelolekul yang rusak bervariasi sesuai
jenis gangguan patologis. Sindroma nefrotik biasanya disertai dengan 10-20 g
proteinuria per 24 jam: proteinuria masi seperti itu dapat menyebabkan
kerusakan tubulus sekunder yang kemudian mengurangi reabsorbsi protein pada
tubulus. Penurunan kadar albumin plasma biasanya timbul bila kehilangan protein
melalui urina terus-menerus melebihi 5 g dalam 24 jam. Proteinuria yang
diakibatkan oleh kegagalan reabsorbsi tubulus selalu ringan (< 2 g/24 jam),
dan adanya protein dengan berat molekul yang rendah dapat tidak ditemukan
dengan tes kertas indicator.
Protein-protein yang berasal
dari traktus ginjal terutama enzim-enzim seperti B-N-asetilglukosaminidase dapat ditemukan secara berlebihan di
dalam urina selama penolakan suatu transplant ginjal.
Pasca
renal. Proteinuria yang berasal dari pasca-renal selalu berhubungan
dengan sel-sel, dan minimal. Ia ditemukan pada infeksi berat traktus urinarius
bagian bawah, dan disertai dengan hematuria bila pelvis ginjal atau ureter
dirangsang oleh batu atau bila ada penyakit setempat.
Elemen-elemen
yang berbentuk
Pemeriksaan
mikroskopis urina segar terhadap eritrosit, sel-sel lainnya, dan silinder
merupakan bagian penting tes-tes fungsi ginjal: penemuan leukosit,eritrosit,
atau silinder granuler yang lebih sering dari kadang-kadang, menunjuka jalan ke
penyelidikan berikutnya. Hitung Addis merupakan jumlah eritrosit, leukosit, dan
silinder dalam urina 12 jam yang dikumpulkan dalam keadaan standar. Pengumpulan
untuk waktu cukup lama memungkinkan degenerasi sel-sel, dan lebih disenangi
pengumpulan urina pagi 2 jam. Perkiraan ini, meskipun membosankan, merupakan
prosedur biokimia yang berguna bila dilakukan secara seri, karena akan
mengurangi variasi-variasi dalam kandungan sel dan silinder urina akibat
perubahan dalam ekskresi air,
Tes kertas komersil untuk
hemoglobin bebas di dalam urina yang menggunakan aktivitas peroksidase juga
merupakan tes untuk eritrosit.
Kristal-kristral
Biasanya
Kristal-kristal dalam urina tidak patologis. Asam urat dan kalsium oksalat
dapat ditemukan di dalam urina asam orang sehat, dan fosfat di dalam urina
alkalis. Tetapi kristal sistin bersifst patologis, dan merupakan suatu indikasi
kesalahan metabolism bawaan, sistinuria.
Tes-tes
fungsi yang kompleks
Jika
penemuan klinis atau pemeriksaan urina sederhana menunjukan adanya kerusakan
ginjal, maka kemudian diindikasikan penilaian kerusakan glomerulus atau
tubulus.
Fungsi glomerulus
Tes
clearance kreatinin
Nilai
ini merupakan suatu pengukuran kuantitatif yang kasar atas kerusakan glomerulus
bila tes-tes yang lebih sederhana telah memperlihatkan adanya kerusakan ginjal.
Meskipun sering dipakai, biasanya tes ini tadak cocok, karena kurang peka
sebagai tes diagnosa dini untuk kerusakan fungsi ginjal. Clearance kreatinin
dapat normal bila kerusakan ginjal dinitelah terlihat oleh kegagalan (tubulus)
mengkonsentrasi urina dalam tes pemekatan, atau adanya proteinuria seperti pada
hipertensi. Tes ini dapat dilakukan selama 4 jam, tetapi direkomendasikan masa
24 jam. Hasilnya tidak tergantung pada kecepatan pengaliran urina.
Metode. Dilakukan
pengumpulan urina 24 jam yang terliti dan tepat. Pada suatu saat selama siang
hari (tetapi tidak dalam 1-3 jam setelah makan besar) contoh darah diambil
untuk analisa kreatinin plasma, ini dan kumpulan urina 24 jam dikirim ke
laboratorium.
Interprestasi. Clearance
kreatinin endogen merupakan suatu pengukuran kasar atas filtrasi glomerulus dan normal 100-130
ml/menit (1,7-2,1 ml/detik) pada orang dewasa berukuran normal. Diperlukan
koreksi untuk luas permukaan (hal.234) pada anak-anak, atau orang dewasa dengan
bangun tubuh abnormal.
Nilai
dibawa 90 ml/menit (dikoreksi terhadap luas permukaan normal) menunjukan
penurunan laju filtrasi glomerulus. Tes yang mempunyai nilai khusus dalam
pengukuran umum fungsi ginjal dalam kasus-kasus pada mana analisa plasma tidak
berlaku, seperti telah dianalisa, atau bila urea plasma (tetapi tidak kreatinin
plasma) telah menjadi rendah akibat diit protein. Karena sangat banyaknya
sekresi kreatinin melalui tubulus bila kreatinin plasma tinggi, maka tes ini
tidak bersifat kuantitatif untuk filtrasi glomerulus. Pada kegagalan ginjal
yang lanjut, clearance urea bias lebih memberikan ukuran kuantitatif atas
fungsi ginjal secara keseluruhan.
Tes
clearance urea (Van Slyke)
Tes
yang dulunya terkenal ini mengukur keseluruhan kerusakan ginjal, terutama
berhubungan dengan fungsi glomerulus.
Sekarang tes ini sebagian besar telah diganti oleh tes clearance kreatinin sebab tes terakhir ini
lebih mudah dan hubunganya lebih dekatdengan laju filtrasi glomerulus. Di
sini dibutuhkan waktu pengumpulan yang lebih singkat karena fluktuasi diurenal
dari urea plasma, berbeda dari konsentrasi kreatinin plasma yang relative lebih
tetap.
Tes
clearance urea memerlukan pengumpulan yang tepat dari dua contoh urina lengkap
60 menit berturut-turut dan contoh darh diambil selama tes ini. Clearance
diperhitungkan sebagai nilai rata-rata dari kedua jam tersebut dan secara
tradisional dinyatakan sebagai presentase clearance normal rata-rata orang
dewasa, 75 ml/menit. Clearance urea kurang dari 70% adalah abnormal. Karena difusi
kembali, clearance urea turun bila volume urina sedikit, dan hasilnya tidak
berlaku bila nilai ini lebih kecil dari 2 ml/menit.
Fungsi
tubulus
Respon
terhadap tes-tes konsentrasi ini dilemahkan dalam kerusakan tubulus dini, atau
dalam setiap penyakit ginjal yang berat dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Tes-tes ini tidak berlaku jika pasien mendapat diuretika, atau diit
sangat rendah protein.
Tes
konsentrasi urina
Tes
penyaring paling sederhana adalah mengukur osmolitas setiap contoh urina 24 jam
dengan aktivitas normal. Jika osmolitas setiap contoh lebih dari 800 mmol/kg,
atau berat jenis di atas 1,020, maka aktivitas konsentrasi tidak rusak.
Tes
vasopressin
Ini
kurang menyakitkan pasien dibandingkan pemekatan, dan hanya tergantung atas
fungsi tubulus ginjal.
Metode.
Pasien
dilarang minum setelah pukul 18.00. Pada pukul 20.00, 5 unit vasopressin tanat
disuntikan subkutan. Seluruh contoh urina dikumpulkan secara terpisah sampai
pukul 09.00 keesokan harinya pada pasien yang mendapat makanan dan cairan yang normal.
Cara lain, analog sintetik
2ug, DDAVP (Desmopresin), disuntikan intramuscular, atau 40 ug intranasal pada
pukul 09.00 tanpa pembatasan cairan malam harinya, dan seluruh contoh urina dikumpulkan selama
12 jam berikutnya.
Interprestasi.
Konsentrasi
yang baik di perlihatkan oleh sekurang-kurangnya satu contoh urina yang
mempunyai berat jenis di atas 1,020, atau osmoblitas di atas 700 mmol/kg
(dicapai antara 5 dan 9 jam dalam tes DDAVP). Tes ini dapat dikombinasikan dengan pengukuran osmolitas plasma: rasio
osmolitas urina/plasma harus mencapai 3,
dan nilai kurang dari 2 adalah abnormal.
Meskipun
tes ini mudah dan peka, tetapi kurang menyenangkan bagi pasien, dan banyak
penyelidik lebih menyukai tes vasopressin. Tetapi tes ini berbeda karena tes ini tergantung atas respon hipofisa
posterior terhadap pemekatan air dan atas respon tubulus ginjal terhadap hormon
antidiuretika. Tes ini di kontraindikasikan jika terdapat tanda kegagalan
ginjal secara klinis atau biokimia. Juga digunakan dalam diagnosa banding
polidipsia histeris dan diabetes insipidus .
Metode. Sehari
sebelum tes, tidak boleh minum setelah makan pagi sampai akhir tes, dan
diberikan makanan normal.
Pada hari tes, setelah
bangun pasien mengosongkan kandung kemih, dan urin di tamping. Contoh-contoh
berikutnya dikumpulkan pada saat 60 dan 120 menit.
Interprestasi.
Jika satu dari 3 contoh mempunyai osmolitas di atas 900 ml/l, atau berat jenis
(koreksi terhadap protein) di atas 1,025, maka kapasitas konsentrasi ginjal
tidak rusak dan respon ADH normal.
Tes
pengenceran urina (beban air)
Tes
sederhana ini, mengukur kecepatan ekskresi beban air, tidak lama dilakukan
karena sangat tidak peka terhadap perubahan fungsi tubulus ginjal.
Tes
pengasaman urina
Prosedur
ini menilai kemampuan tubulus ginjal untuk membentuk urina yang Asam dan untuk
mengekskresi ammonia. Tes ini berguna jiga ada keragu-raguan apakah asidosis
pada pasien( dikuatkan dengan analisa plasma) diakibatkan oleh sebab pre-renal,
atau kerusakan ginjal seperti dalam asidosis tobulus ginjal.
Metode
Pasien
puasa dari tengah malam sampai akhir tes. Saat mulai. Pasien mengosongkan kandung
kencingnya secara sempurna-urinaria dikumpulkan. Pasien mendapat 0,1 g (1,9
mmol) ammonium klorida/kg berat badan dan minum 1 liter air- kadang-kadang
digunakan dosis standar 5 g . Pada anak dosis seharusnya disesuaikan dengan
luas tubuh. Pada 2 jam, 4 jam, 6 jam: contoh-contoh urinia lengkap- dikompulkan
laboratorium mungkin memerlukan pemakaian wadah-wadah khusus.
Interpretasi
Pada
orang normal urina akan diasamkan sampai pH 5,3 atau kurang, dan akan mengandung
lebih dari 1,5 mmol amonia per jam, pada sekurang-kurangnya satu contoh. Jika
ada kerusakan yang nyata pada kemampuan pengasaman ginjal, pH contoh urina
terakir tidak akan berubah dibandingkan contoh sisa dan ammonia yang akan diekskresikan kurang
dari 0,5 mmol per jam. Hasil pH lebih bermakna daripada hasil ammonia, karena
dibutuhkan tiga hari untuk perkembangan lengkap ekskresi ion amonium yang
berlebihan.
Ada satu tes 5 hari yang
lebih peka : tes ini memerlukan agar pasien tinggal di rumah sakit dan jarang
diperlukan.
Tes
–tes ekskresi zat warna untuk fungsi glumerolutubuler kombinasi
banyak zat warna
dieksresikan oleh ginjal, dn pengukuran konsentrasinya didalam urina setelah
disuntikan parenteral dapat digunakan sebagai ukuran fungsi ginjal.
Fonosulfonftalein (
merah fenol) di filtrasi oleh glumerolus
dan terutama di sekresikan oleh tobulus proksimalis. Pada hakekatnya;
ekskresinya untuk memeriksa aliran plasma ginjal, sehingga melemah secara dini
dalam keadaan –keadaan seperti payah jantung. Setelah suntikan intramuskuler ata
intravena 6 mg zat warna pada orang normal, 40-60% dari dosis ini akan
diekskresikan dalam satu jam pertama, dan 20-25% lainya dalam jam kedua: kurang
dari pada 50% diekskresi lebih dari 2 jam adalah abnormal.
Indigo-karmin
kadang-kadang digunakan dalam praktek bedah. Selama sistokopi kedua urifisium
ureter dapat dilihat dan setelah suntikan intravena 100 mg zat warna, warna
harus dilihat kekuar dari kedua ureter, dalam konsentrasi yang kira-kira sama,
dalam 15 menit, sedangkan ekskresi maksimum normal dicapai dalam 45 menit.
Analisa
plasma sebagai tes fungsi ginjal
Analisa
plasma darah sering membantu dalam penentuan penyakit ginjal. Tidak ada
konstituen plasma yang konsentrasinya hanya tergantung atas keadaan fungsi
ginjal. Pada kegagalan ginjal, semua konsistuen nitrogen bukan –protei plasma
ditahan. Sering perkiraan urea plasma(atau darah) dikenal sebagai suatu tes
fungsi ginjal, tetapi sebab-sebab peningkatan urea plasma amat banyak dan tidak
mungkin mendeteksi kerusakan ginjal berdasarkan peningkatan ure kreatinin
sampai fungsi ginjal telah turun kira-kira 50% diukur dengan tes clearance
kreatinin. Sekarang analisa kreatinin lebih disenangi dari pada urea sebagai
ukuran kuantitatif kerusakan ginjal yang dikenal. Masukan protein yang rendah
atau dialisa, membuat urea plasma tidak berlaku sebagai ukuran laju filtrasi
glumerolus, sedangkan kreatinin plasma sangat kurang dipengaruhi oleh diit;
atrofi otot yang berat membuat kegunaan kreatinin plasma tidak berlaku.
Pandangan ini sangat berguna untuk beratnya dan perjalanan kegagalan ginjal
pada nekrosis tobulus akuta, glomerolunefritis akuta, penyakit-penyakit ginjal
kronis, dan obstruksi pasca-renal
Analisa
plasma lainnya, missal pengukuran kadar elektrolit dan asam-basa atau protein,
meskipun berharga dan sering diperlukan dalam penetuan penyakit, tetap
menunjukan perubahan dalamberbagai ganguan lainya.
PERUBAHAN
BIOKIMIAWI DALAM PENYAKIT GINJAL
Kegagalan
Ginjal Akuta
Kegagalan
pre-renal. Ini disebabkan oleh tiap penurunan hebat perfusi ginjal, seperti
kegagalan sirkulsi akut seperti pada syok. Konsentrasi glumerolus menurun, dan
terdapa poliguria dengan rasioosmolalitas plasma/ urina sekitar 1,5. Urina
mengandung sangat sedikit protein , dan kurang dari 10 mmol/ 1 natrium. Konsentrasi
uerea plasma cepat meningkat karena jumlah yang difiltrasi telah berkurang,
sebagian besar direabsorbsi, sedangkan kreatinin tidak direabsorbsi ,
menunjukan peningkatan yang jauh lebih sedikit dalam konsentrasi plasma.
Kegagalan
intrarenal. Ini disebabkan oleh iskemia ginjal yang
lama, atau bermacam-macam toksin ( termasuk ketidak cocokan transfuse darah)
yang menghasilkan nekrosis tubulus akut. Penurunan filtrasi glumerolus dan
mungkin obstruksi tubulus oleh debris, membantu terjadi kegagalan ginjal.dalam
fase pertama terjadi anuria atau oliguria yang nyata, dan tiap urina yang lewat
mempunyai osmolalitas sama dengan yang ada didalam plasma, dan mengandung lebih
dari 30 mmol/1 natrium. Urina juga mempunyai berat jenis yang tinggi karena
kandungan protein yang tinggi, tetapi berat jenis yang telah dikoreksi sekitar
1,010. Terdapat semua jenis silinder dalam jumlah banyak, dan urina dapat
mengandung hemoglobin atau mioglobin jika konsentrsi pigen tubulus yang tinggi
ini merupakan penyebab gangguan. Gambaran klinis dan biokimiawi dari uremia
berkembang dengan cepat., mungkin juga terdapat gambaran sindroma tubulus,
seperti aminoasidura.
Sekiranya
pasien sembuh dengan atau tanpa dialisa,
terjadi fase dieresis, sebagian karena tobulus yang menyembuh mempuyai
kemampuan reabsorbsi yang rendah. Dalam fase ini terjadi poliuria 3-5 liter per
hari, mengikuti proteinuria ringan, dan kehilangan garam. Kembalinya kemampuan
konsentrasi dan turunnya urea plasma menunjukan penyembuhan. Keseimbangan air,
natrium dan kalium harus dimonitor secara hati-hati dengan analisa plasma dan
urina, pada keselruhan perjalanan penyakit.
Glomerulonefritis akuta, Pada
fase akut Glomerulonefritis terdapat oliguria, hematuria ( urina berkabut, dan
proteinuria sampai kira-kira 5 g/24 jam). Silinder dalam jumlah sedang ada
didalam urina. Filtrasi glumerolus terganggu, clearance kreatinin direndahkan,
dan terjadi retensi nitrogen non-protein, natrium dan air. Aliran plama ginjal
tidak berubah: terdapat fraksi filtrasi yag rendah. Fungsi tubulus terganggu
ringan. Kadar albumin plasma dapat turun sedikit, dan sering ada penurunan
konsentrasi protein total karena hemodilusi. Retensi natrium dan air membantu
pengenceran cairan ekstraseluler, dan pengenceran ini dalam kombinasi dengan
kerusakan kapiler secara umum menghasilkan edema. Hipertensi lazim terdapat.
Kondisi ini dapat berkembang menjadi anuria. Azotemi, asidosis, dan
hiperkalemia, sedangkan gejala-gejala uremia dapat ada atau tidak.
Awitan
dan derajat penyembuhan dapat dinilai dengn pemeriksaan urina untuk protein ,
dan dengan ukuran-ukuran clearance. Nefritis yang menetap dihubungkan dengan
proteinuria sampai 0,5 g/24 jam, dan kadang-kadang dan hematuria. Proteinuri
menhilang bila penyembuhan sempurna.
Kegagalan
ginjal kronis kompensata
Penyakit
ginjal bilateral kronis , akibat berbagai penyebab patologis, menyebabakan
kegagalan ginjal sebagai penyakit yang
progesif. Kemampuan konsentrasi ginjal hilang
dan ini berlangsung terus sampai dapat dibentuk osmomalitas urina yang menetap(
sekitar 300 mmol/kg) dan berat jenis(1,010). Terdapat poliuria osmotic
ringan(lebih nyata saat malam ) yang menorong kearah dehidrasi .ada nilai
clearance yang progesif , dan kegagalan ginjal tak lama bertahan dalam kadaan
kompensata bila urea plasma meningkat diatas normal. Ini timbul bila filtrasi
glumelurus turun kirakira dibawah 50% agaknya tergantung pada protein yang
dimakan. Konstituen-konstituen nitrogen non-protein plasma lainya di dalam
plasma , terutama kreatinin dan asam urat, juga meningkat. Proteinuria jarang
diatas 5 gram/ 24 jam karena glomerulus yang rusak berat dapat kehilangan
kemampuannya untuk mengekskresi protein. Ekskresi silinder sangat bervariasi.
Asidosis
metabolic berkembang karena retensi ion hydrogen asam fosfat dan sulfat serta
asam-asam organic, dan juga karena kegagalan tubulus yang rusak untuk
menghasilkan ion hydrogen dan amonia. Terlihat demineralisasi dan pada
anak-anak dapat meyebabkan riketrenalis pada orang dewasa bisa terlihat
berbagai jenis osteodistrofi, yang diperberat oleh asidosis. Biasanya
hipokalsemia tidak menyebabkan tetani sebab dilawan oleh asidosis. Sebagai
patokan terdapat retensi kalium yang moderat, terutama bila ada oliguria: dan
kehilangan natrium melalui urina secara berlebihan menyebabkan kehilangan
natrium. Kadang-kadang terlihat defisiensi kalium. Sering toleransi glukosa
tergaggu. Amylase plasma meningkat akibat retensi. Abnormalitas lipid yang biasa
adalah hiperlipidemia tipe IV akibat peningkatan sintesa trigliserida, tetapi bisa
terjadi peningkatan kolesterol plasma. (tipe IIb).
Pielonefritis
kronika. Pada jenis penyakit ginjal kronis ini, didominasi oleh kerusakan
tubulus. Sehingga kemampuan mengkonsentrasi hilang dini dan terdapat poliuria,
sedangkan urea dan kreatinin plasma dapat masih normal: kemudian timbul seluruh
gambaran kegagalan ginjal kronis. Urine mengandung banyak leukosit tetapi
sangat sedikit protein, umumnya kurang dari 2 g/24 jam.
Uremia
(stadium akhir kegagalan ginjal)
Bila
kegagalan ginjal dan filtrasi glomerulus turun sekitar di bawah 10% dari
normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien-pasien menunjukkan
gejala-gejala iritasi traktus gastrointestinalis, gangguan-gangguan mental dan
neurologic, perubahan hematologik dan vaskuler serta kedutaan otot (twitching),
dan mempunyai napas yang berbau busuk atau berbau amoniak. Gejala-gejala ini,
dan mungkin juga kematian sewaktu koma, hanya sedikit diakibatkan oleh
peningkatan tingkat urea dalam plasma, sedangkan efek-efek yang semata-mata oleh
peningkatan urea plasma adalah dieresis, nyeri kepala dan sedasi, serta mungkin
iritasi gastrointestinalis (akibat konversi urea ke ammonia). Hipertensi,
anemia, dan kegagalan sirkulasi; serta deplesi natrium dengan dehidrasi,
asidosis, hipokalasemia dan retensi kalium, mungkin ikut berperan. Fenol,
guadinin, indol, asam-asam amino abnormal, dan produk-produk toksik teretensi,
yang tak dapat ditentukan termasuk molekul-molekul menengah dengan berat
molekul 500-5000 (tetapi tidak kreatinin). Semuanya telah dicatat sebagai penyebab
gejala. Perhitungan yang didasarkan pada konsentrasi elektrolit plasma sering
menunjukkan suatu ‘celah anion’ yang rendah akibat kation-kation yang tak dapat
ditentukan, mungkin basa-basa organic.
Hemodialisa.
Pengobatan kegagalan ginjal kronis dengan dialisa berulang memeelukan
pengawasan biokimiawi khusus dan seksama, tetapi meskipun demikian dapat
terjadi efek biokimiawi yang menyimpang. Bisa terlihat defisiensi fosfat.
Osteodistrofi dapat menjadi lebih buruk, dan dad resiko klasifikasi metastatic.
Dealisa cepat menghasilkan tekanan osmotic ekstraseluler yang rendah: sindroma ketidakseimbangan meliputi
overhidrasi sel akibat urea begitu cepat meninggalkan cairan c.e.s., tetapi
masih cenderung untuk menetap dalam sel-sel, dengan konsekuensi
ketidakseimbangan osmotic. Jika kreatinin plasma normal sedangkan urea plasma
kontinu naik, ini mencerminkan
peningkatan masukan atau katabolisme protein, dan bukan dialisa yang tidak
efektif.
Sindroma
nefrotik
Sindroma
nefrosis, apapun sebab patologis awal dari gangguan ini, dihubungkan dengan
perubahan-perubahan biokimiawi yang khas. Gangguan utama adalah proteinuria,
biasanya 5-30 g/24 jam, disebabkan oleh permeabilitas glomerulus berlebihan –
pada kasus-kasus berat, kerusakan tubulus sekunder dapat mengurangi reabsopsi
protein. Juga dianggap ada katabolisme albumin berlebihan. Protein urina
mempunyai berat molekul kurang dari 200.000; ia terutama terdiri dari albumin,
disertai γ-globulin dan globulin yang terlihat dengan logam berberat molekul
rendah. Luas dan ‘selektivitas’ kebocoran protein dapat diselidiki melalui
diferensiasi clearance. Di dalam plasma protein menurun, dan perubahan ini,
dengan peningkatan pre-β dan β lipoprotein (dan fibrinogen), memberikan pola
elktroforesa yang khas. Tembaha dan besi urina meningkat; besi, tembaga dan
kalium total plasma serta hormone-hormon yang terikat pada protein menurun.
Albumin plasma yang rendah, dan retensi natrium akibat aldosteronisme sekunder,
meningkatkan edema yang cenderung timbul bila proteinuria lebih dari 10 g/24
jam. Hematuria, retensi nitrogen, dan depresi nilai-nilai clearance hanya
timbul bila terjadi komplikasi. Sebab dari peningkatan hebat sebagian besar
fraksi lipid plasma tidak pasti, tetapi berhubungan dengan hipoalbuminemia. Sering
ada lipemia dan kadar kolesterol plasma dapat sampai 25 mmol/l.
Sindroma
tubulus ginjal
Gangguan
tubulus ginjal, baik konginital atau akuisita, mempengaruhi satu atau banyak
fungsi tubulus – yaitu reabsorpsi senyawa-senyawa nitrogen, terutama asam-asm
amino: reabsopsi glukosa: reabsorpsi air dan elektrolit: produksi ammonia dan
ion-ion hydrogen. Bila ada cacat transport tubulus congenital seringkali
sejajar dengan cacat transport usus.
Dari
begitu banyak cacat tubulus proksimalis, lazim terdapat glikosuria ginjal
(tanpa abnormalitas lainnya), dan dapat menjadi kehilangan fosfat khusus yang
menyebabkan gangguan seperti riket.
Sindroma
fanconi. Ini mencakup gangguan yang mengkombinasi amino – asiduria generalisata
dan kehilangan glukosa, fosfat, urat, kaluim dan protein dengan berat molekul
rendah: sering ada asidosis. Tubulus proksimalis dapat memperlihatkan kerusakan
patologis.
Sistinuria.
Ada penurunan reabsorpsi asam-asam amino dasar yang berhubungan, sistin,
ornitin, arginin, dan lisin: pada homozigot, ekskresi sistin dalam 24 jam dapat
ditingkatkan dari normal 0,05 mmol menjadi diatas 2 mmol dan terbentuk batu
karena sistin relative tidak larut.
Asidosis
tubulus ginjal. Adanya suatu cacat tubulus distalis berupa kegagalan pertukaran
ion dengan konsekuensi asidosis hiperkloremik (dan kegagalan mengekskresi urina
lebih asam dari pH 6,0)dan akhirnya osteomalasia.ada kehilangan kalsium
dan fosfat melalui urin, kadang-kadang
dengan nefrokalsinosis, dan juga kalium yang menyebabkan hipokalemia.pada
asidosis tobulus proksimalisis yang lebih jarang, yang sering terlihat pada
sindroma fanconi, gangguan utama adalah kegagalan reabsorbsi bikarbonat. Tidak
diidentifikasikan jenis-jenis lainya.
Kehilangan
jaringan
Bila
jaringan ginjal hilang, misalnya akibat batu maka sebagai hokum; glomerulus dan
tubulus yang hilang sama banyak serta sisah ginjal yang lain adalah sehat.
Tidak timbul gejala-gejala kecuali bila lebih banyak jaingan ginjal yang
dirusak. Tidak ada proteinuria. Kerusakan jaringan yang luas mendorong kearh
turunya clearance kreatinin dan retensi nitrogen dengan asidosis dapat terlihat
seperti dalam kegagalan ginjal kronis.
Obstruksi
pasca –renal
Jika
obstruksi pengeluranurina berkepanjangan, misalnya akibat pembesaran prostat
atau akibat penyebaran karsinma serviks, pasien dapat menjadi uremikdari efek
tekanan balik, dan mengalami kerusakan tubulus yang mengarah kepada kehilangan
natrium. Bila obstruksi tidak menyebabkan perdarahan maka satu-satunya
abnormalitas urina mungkin berupa protein dalam jmlah sangat sedikit. Kadar
urea atau kretinin plasma dapat dipakai sebagai ukuran derajat obstruksi. Bila
dekompresi perlahan-lahan atas traktus urinarius dilakukan sebelum
prostattektomi, maka turubya kretinin plama secara progresif dapat diambil
sebagai suatu indikasi bahwa seharusnya dilakukan pembedahan.
Transplantasi
ureter
Ureter
dapat dplantasi kedalam colon atau kedalan suatu bagian ileu yang terisolasi
pada kasus tertentu, bisa timbul asidosis hiperkloremik yang berat. Ini
disebabkan oleh reabsorbsi klorida urina lebh banyak dari pada natrium dari
dalam usus, dan mungkin juga akibat kerusakan tubulus ginjal karena
pielonefritis. Sering ada defisiesi kalium. Bila terjadi reabsorbsi urea da
ammonia yang berebihan dari usus, sehingga dapat timbul gejala uremia ringan
Batu
Ginjal
Komponen-komponen
batu ginjal meliputi kristaloid-kristaloid dengan berat molekul rendah, yang
membuat sebagian besar batu, dan zat-zat matriks berberat molekul tinggi yang
sebagian adalah mukoprotein. Batu tdak dapat terbentuk kecuai bila suatu saat
urina dijenuhkan dalam hubungan dengan kristaloid batu.
Jumlah
terbesar dari batu mengandung baik kalsium oksalat, atau campuran kalsium
fosfat dan magnesium ammonium fosfat, kadang-kadang dengan kalsium karbonat
atau kalsium oksalat ini berwarna keputihan. Etiologi sebagian besar batu yang
mengandung kalsium ini tidak diketahui. Abnormalitas seperti urina yang
dikonsentrasi secara kontinu (misalnya akibat keringat berlebihan pada
orang-orang eropa yang tidak beradaptasi di daerah tropis), infeksi bakteri
(terutama bila ini membuat urina alkalis), atau
bendungan (akibat abnormalitas congenital atau obstruksi yang didapat) sering merupakan
factor-faktor predisposisi: yang penyokong pemulai dan penghambat kristalisasi
belum pasti. Batu kalsium kurang arut dalam urina alkalis. Hiperkalsiuria
terdapat dalam banyak kasus, dan mengasorbsi kalsium berlebihan dalam usus
(misalnya hiperkalsiuria idiopatik) bisa menjadi penyebab. Asidosis tubulus
ginjal menghasilkan hiperkalsiuria dan urina alkalis. Dari banyak sebab
hiperkalsemia dengan hiperkalsiuria maka hiperparatiriodisme primer mungkin
merupakan penyakitspesifik yang paling penting mungkin merupakan penyakit
spesifik yang paling penting karena batu dapat menrupakan gambaran yang
ditunjukan. Pada osteoporosis dapat terjadi hiperkalsiuria dengan kalsium
plasma normal.
Kristal
oksalat juga dapat berasal dari kesalahan metabolism bawaan yang jarang,
hiperoksaluria primer. Dala hiperurikimia , biasanya akaibat gout, lanzim
ditemukan batu asam urat( berwarna coklat) ia kuarang larut didalam urina asam.
Biasanya batu sistin ( berwarna kuning) merupakan gambaran yang di
presentasikan pada sistinuria.
Penyelidikan biokimiawi.
Setiap batu yang telah dikeluarkan pasien seharusnya dianalisa terhadap
konsetuen-knnsetuen yang telah disebut diatas . penyelidikan yang esensial atau
plasma pasien adalah terhadap kalsium, fosfat, dan fosfatase alkali, terhadap
urat , dan juga terhadap urea dan bikarbo nat . urina 24 jam diperiksa secara
mikrobiologis; dan secara kimiawi untuk system, kalsium dan seringkali oksalat.
Penyelidika-penyelidikan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menetukan
penyebab hiperkalsemia .
Batu
lainya
Batu
prostate mengandung kalsium fosfat dan karbonat , tetapi tidak oksalat.Batu
kandung kemih. Biasanya merupakan batu ginjal yang turun kedalam kandung
kencing dan membesar. Mereka mungkin berbentuk didalam kandung kemih pada urina
yang terinfeksi, sebagai kalsium-maknesium, ammonium fosfat.
Pemilihan
tes fungsi ginjal
urina
merupakan tes awal yang terpenting untuk dugaan kerusakan ginjal, terutama jika
mengenai glumerolus; dan ini tidal memerlukan pengiriman suatucontoh
kedeertemen patologi kimia. Pencarian harus dilakukan atas protein, elektrolit
dan silinder. Clearabce kreatinin merupakan penentuan kuantitatif kerusakan
glomerulus sampai inimenjadi berat, dan kebutuhan ini jarang dilakukan kecuali
bila tes-tes yang lebih sederhana abnormal. Penentuan kretinin atau urea plasma
meskipun sering digunakan sebagai suatu tes awal untuk kerusakan ginjal paling
baik dikerjakan sebagai penuntun bagi
progrisefitas dan prognosa bila penyakit ginjal telah dipastikan.
Tes-tes khusus diperluan untuk sindroma nefrotik dan sindroma tubulus ginjal.
Tes konsentrasi merupakan tes yang peka dan mungkin merupakan tes fungsi
sederhana tunggal yang paling berguna untuk menegaskan adanya kerusakan tubulus
ginjal. Enyelidikan-penyelidikan ini relevan bila mana dilakukan untuk
identifikasi penyebab proteiuria, untk penentuan apakah gejala-gejala bukan
ginjal disebabkan oleh penyakit ginjal primer atau untuk mendeteksi efek-efek
pada ginjal dari suatu penyakit yang primernya bukan ginjal.
Perubahan-perubahan
yang mungkin timbul dalam konsistuen-konsistuen tubuh lainya selama penyakit
ginjal telah dilukiskan dibawah judul masing-masing penyakit: perubahan ini
tidak dapat menunjukan kerusakan ginjal tetapi juga terhadap pengaruh-pengaru
daru kerusakan ginjal perimer pada tubuh sebagai suatu kesatuan.