Fungsi
utama hepar bisa diringkaskan :
1.
Sel parenkim hepar (hepatopsit) yang terdiri
dari 60 persen massa hepar, betanggung jawab untuk konjugasi bilirubin dan
untuk ekskresinya ke dalam saluran empedu.
2.
Hepar merupakan pusat aktivitas metabolic
bagi karbohidrat, protein dan lipid.
Karbohidrat.
Gula dan residu karbon dari protein dan lemak dikonversi menjadi glikogen.
Glikogen disimpan sebagai cadangan karbohidrat, yang dapat dikonversi lagi
menjadi glukosa.
Protein. Asam amino dideaminasi, residu nitrogen (dan
ammonia dari usus) dikonversi menjadi urea.
Immunoglobulin
disintesa didalam sel sistim retikulo-endotelial (walaupun ini terutama di luar
hepar). Albumin dan globulin lain, termasuk factor koagulasi, disintesa di
dalam sel-sel parenkim. Sintesa albumin normal sekitar 10 g/24 jam dan ini
dapat meningkat sampai 15-20g/24jam.
Lipid. Hepar mengandung
trigliserida simpanan, beberapa berasal dari sintesa endogen. Kolesterol dan
lipid lain diesterifikasi serta vitamin D dihidroksilasi. Garam empedu
disekresi ke dalam saluran empedu.
3.
Hepar mendetoksikasi banyak produk metabolik
serta obat dan toksin, sering sebelum disekresikan ke dalam urina. Proses
detoksikasi melibatkan perubahan kimia, dan/atau konjugasi terutama dengan asam
glukuronat, glisin, atau sulfat.
4.
Hepar mengekskresikan banyak zat alamiah dan
benda asing ke dalam saluran bilier.
5.
Hepar menyimpan berbagai senyawa, termasuk
besi dan vitamin B12 serta vitamin A.
6.
Sel-sel Kuffer mengambil bagian dalam semua aktivitas
sistim retikulo-endotelial.
Bila hepar sakit, maka satu atau lebih
fungsi, tetapi tak perlu seluruhnya, akan melemah, walaupun tak selalu dalam
tingkatan yang sama. Berbagai ‘tes fungsi hepar’ merupakan tes bagi kekacauan
fungsi hepar itu di dalam tubuh dan dapat tak ada tes untuk ‘fungsi hepar’
sebagai suatu kesatuan. Mungkin memperluas kesimpulan yang berasal dari satu
tes untuk menilai aktivitas hepar sebagai suatu kesatuan karena banyak tes memberikan hasil abnormal serupa pada
penyakit hepar yang khas.
Hasil biopsy hepar tak perlu dapat
disebandingkan dengan hasil tes kimia, karena banyak pengukuran perubahan
fungsi tidak dicerminkan oleh perubahan struktur sel hepar yang dapat terlihat,
dan begitu sebaliknya. Sebagai tambahan, pada penyakit kadang-kadang perubahan
histopatologik seragam pada keseluruhan hepar.
Hepar orang dewasa mempunyai cadangan fungsi
yang sangat besar. Bagian yang terisolasi bisa dibuang atau dirusak hebat oleh
penyakit lokalisata (misalnya oleh karsinoma) dan jika sisanya sehat, fungsi
hepar mungkin jelas tetap normal bila
dites secara biokimia dalam keadaan istirahat – dan dapat terjadi regenerasi
sel fungsional. Dipihak lain, pada penyakit seperti hepatitis infeksiosa pada mana
terdapat kerusakan difus pada bagian besar sel hepar, selalu terdapat kekacauan
fungsi hepar yang dapat dideteksi.
Metabolisme
Pigmen Empedu
Eritrosit pada akhir masa hidupnya dirusak di
dalam sistim retikulo-endotelial : ini berjumlah sekitar 1 persen dari
hemoglobin total per hari. Globulin dipisahkan dari hem dan cincin pofirin dibuka (hal : 141). Besi dilepaskan
dan menjadi terikat ke transferin : ia tidak diekskresikan tetapi memasuki
tempat penyimpanan besi atau digunakan untuk sintesa hemoglobin selanjutnya.
Bagian terbesar hemoglobin menjadi bilirubin. Bagian terbesar bilirubin berasal
dari hemoglobin, walaupun sekitar 20 persen dari pemecahan sitokrom jaringan,
mioglobin dan protein hem lain serta ada yang dari precursor eritrosit yang
dihancurkan di dalam sumsum tulang. Bilirubin yang bersirkulasi di dalam plasma
terikat ke albumin. Didalam hepar, bilirubin (tak terkonjugasi) ini memasuki
hepatosit dan terutama dikonjugasi dengan asam glukuronat melalui mekanisme
yang melibatkan bilirubin-UDP glukuronosiltransferase. Pegmen yang diekskresikan
ke dalam empedu bukan bilirubin tak dikonjugasi yang dapat larut dan lipid dan relative tak larut dalam air
tetapi terutama bentuk konjugasi yang dapat larut air, bilirubin glukuronida –
biasanya dinamai sebagai bilirubin dikonjugasi atau ester bilirubin.
Hepar orang dewasa mempunyai kapasitas
cadangan untuk mengkonjugasi dan mengekskresikan 5 – 10 kali beban bilirubin
normalnya, yaitu sekitar 500 µmol/24jam. Enzim yang bertanggung jawab untuk
konjugasi belum aktif penuh pada waktu lahir, misalnya aktivitas penuh
glukuronosiltransferase memerlukan waktu 3 minggu untuk berkembang dan juga
pada prematuritas ada kekurangan seperti itu, sehingga hepar neonates hampir
tak mempunyai untuk mengekskresikan beban bilirubin normalnya dan beban ini mungkin
meningkat karena pemecahan eritrosit yang berlebihan. Ikterus sebelum usia 24
jam adalah abnormal, tetapi hiperbilirubinemia moderat (80µmol/l) di dalam
minggu pertama mungkin tak patologis – ikterus fisiologis.
Ekskresi
Pigmen Empedu (Bilirubin dan Urobilinogen)
Bilirubin
dikonjugasi diekskresikan ke dalam saluran empedu dan melewati usus di tempat mana ia dikonjugasi. Didalam usus
besar ia direduksi oleh kerja bakteri menjadi berbagai pigmen dan precursor
pigmen termasuk urobilinogen (ini nama kolektif yang diberikan bagi kelompok
kromogen yang tak berwarna, salah satu di antaranya adalah sterkobilinogen,
walaupun digunakan terminology lain). Bagian terbesar urobilinogen
diekskresikan ke dalam feses, pada mana ia dioksidasi oleh udara menjadi pigmen
urobilin coklat-merah muda. Urobilin disertai banyak senyawa lain yang
diketahui dan tak dapat diidentifikas,
membentuk zat pewarna feses : sterkobilin, yang pada hakekatnya merupakan salah
satu senyawa urobilin, kadang-kadang
digunakan sebagai nama pengganti bagi kelompok pigmen urobilin. Sebagian kecil
urobilinogen diabsorbsir kedalam sirkulasi portal dan di dalam hepar,
urobilinogen ini ada yang diekskresikan kembali ke dalam empedu, sedangkan
sisanya diekskresikan oleh ginjal. Bila urina terpapar dengan udara,
urobilinogen dioksidasi menjadi urobilin, walau ini membentuk bagian zat
pewarna di dalam urina normal yang dapat diabaikan. Bagian terbesar pigmen yang
membentuk warna urina tak dapat diidentifikasi dan secara kolektif dikenal
sebagai urokrom.
Tak
ada bilirubin di dalam feses orang dewasa normal. Pada neonates, bilirubin
ditemukan di dalam feses dan tak terdapat urobilinogen di dalam feses atau
urina, karena mekanisme reduksi bakteri untuk mengkonversi bilirubin menjadi
urobilinogen memerlukan waktu beberapa bulan untuk berkembang penuh. Bilirubin
ditemukan di dalam feses orang dewasa yang ususnya disterilkan dengan
antibiotika.
Biliverdin, produk oksidasi bilirubin dan zat
antara pada pemecahan hemoglobin yang berwarna hijau (hal.141), mempunyai
kepentingan kecil dalam penelitian penyakit hepar manusia. Diagram (Gambar
12.1) meringkaskan metabolism bilirubin normal pada orang dewasa.
Cairan Amnion
Pigmen bilirubinosid dilepaskan ke dalam
cairan amnion dalam jumlah kecil bila eritroblastosis menjadi berat pada kasus
kehamilan isoimunisasi, terutama ketidakcocokan rhesus. Bila diukur kira-kira
pada 32 minggu, hasilnya dapat digunakan sebagai tuntunan untuk induksi partus
dini atau untuk transfuse intrauterus. Batas atas normal untuk pigmen cairan amnion
dinyatakan sebagai bilirubin adalah 2µmol/l ; tetapi metode analisa yang biasa
adalah spektrofotometri diferensial untuk menghilangkan pengaruh hemoglobin.
Nilai rujukan dan indikasi pengobatan tergantung atas waktu gestasi dan atas
metode laboratorium.
Bilirubin
Plasma dan reaksi Van Den Bergh
Bilirubin
(tak dikonjugasi) dailirubin dikonjugasi, yang keduanya terikat ke protein (terutama
albumin) di dalam plasma, dapat dibedakan secara kimia oleh kecepatan reaksinya
dengan asam sulfanilat yang
didiazotiasiasi untuk membentuk azobilirubin (reaksi Van Den Bergh). Bilirubin
dikonjugasi bereaksi cepat dan warna lembayung muda timbul dalam beberapa menit
(reaksi Van Den Bergh direk positif). Bilirubin tak dikonjugasi tak memberikan
warna yang segera ini (reaksi Van Den
Bergh direk negatif) tetapi warna timbul setelah penambahan alcohol, kafein
atau reagen khusus lain (reaksi Van Den Bergh indirek). Biliverdin tak beraksi.
Intensitas reaksi Van Den Bergh direk dan indirek digunakan sebagai ukuran bagi
masing-masing bilirubin dikonjugasi dan bilirubin total (yang tak dikonjugasi
ditambah yang dikonjugasi) di dalam plasma, bilirubin tak dikonjugasi dihitung
dengan mengurangkannya. Pemeriksaan terpisah ini menggantikan reaksi Van Den
Bergh sederhana bila ia diperlukan,
seperti pada jenis ikterus hemolitik tertentu, untuk mengukur kedua fraksi
bilirubin. Dalam pnyelidikan bagian terbesar kasus ikterus, bilirubin plasma
total cukup memberikan informasi.
Batas
rujukan bilirubin total plasma pada orang dewasa adalah 5-17 µmol/l dan plasma
normal yang mengandung sejumlah kecil bilirubin dikonjugasi tak memberikan reaksi
Van Den Bergh direk positif.
Bilirubin
pelan-pelan dirusak oleh sinar biru atau ultraviolet dan fototerapi mengkin
digunakan untuk pengobatan hiperbilirubinnemia neonatal.
Indeks ikterus.
Ini merupakan pengukuran sederhana warna kuning plasma yang telah kuno, yang
meliputi karotenoid maupun bilirubin. Sekarang analisa ini dapat dibuat
relative spesifik bagi bilirubin total dengan menggunakan meter komersil dan
ini sangat berguna untuk penilaian cepat ikterus neonatorum.
Ikterus
Ikterus dapat
dideteksi secara klinis bila bilirubin total plasma lebih dari sekitar 35
µmol/l. bila ikterus berkurang, pigmen empedu mengkin tetap di dalam kulit dan
akan didapatkan pasien yang terlihat lebih ikterus daripada kadar bilirubin
total plasma.
Tak
ada klasifikasi ikterus tunggal yang memuaskan untuk semua tujuan. Mungkin
terutama mempertimbangkan (a) tempat anatomi lesi patologik yang menyebabkan
ikterus (pre-hepatik, hepatic, pasca-hepatik) atau (b) sebab patologik
(infektif, toksik dan sebagainya) atau (c) jenis perubahan dalam metabolism bilirubin.
Ikterus dan Metabolisme Bilirubin yang
Berubah
Sebab-sebab hemolitik. Pada
ikterus hemolitika, kecepatan pembentukan bilirubin lebih besar daripada
kecepatan sel hepar mengekskresikan bilirubin. Pada orang dewasa, bilirubin
plasma jarang melebihi 80 µmol/l dan kulit pasien berwarna jingga-kuningf. Tak
ada kelebihan bilirubin dikonjugasi kecuali anemia telah menyebabkan kerusakan
hepar sekunder atau batu pigmen menyumbat saluran bilier. Pada bayi hemolisa
berkelebihan dan pembentukan enzim pengkonjugasi yang terlambat mungkin
menyebabkan bilirubin plasma melebihi 350 µmol/l. kernikterus timbul karena
bilirubin yang berlebihan larut di dalam lipid ganglia basalis. Pemberian
sulfonamide mungkin menggeser cukup banyak bilirubin dari ikatan dengan albuminnya,
untuk menyebabkan kernikterus.
Sebab-sebab hepatoseluler.
Abnormalitas pada tingkatan hepatoseluler mungkin merupakan cacat transport
bilirubin ke dalam sel, cacat konjugasi atau cacat ekskresi ke dalam
kanalikulus empedu. Kolestasis atau pengurangan aliran empedu, mungkin yang
terakhir pada keadaan nekrosis sel hepar (misalnya hepatitis infeksiosa) atau
sebagai kegagalan ekskresi spesifik ataupun obstruksi pasca-hepatik.
Dari
kegagalan metabolik yang jarang pada konjugasi atau transport bilirubin, yang
terlazim adalah sindroma Gilbert (hiperbilirubinemia
non-hemolitika familial) pada mana karena defisiensi mekanisme transport,
terdapat ikterus ringan benignal yang berfluktuasi karena bilirubin yang tak
dikonjugasi tetapi bagian terbesar kasus adalah orang sehat, tidak ‘sakit’.
Pada sindroma Crigler-Najjar terdapat
defidiensi congenital bagi UDP glukuronosiltransferase. Terdapat
hiperbilirubinemia dikonjugasi lain yang jarang.
Pada
ikterus yang lazim karena kerusakan hepatoseluler oleh penyakit, dengan akibat
lebih meningkatnya bilirubin dikonjugasi di dalam plasma daripada bilirubin tak
dikonjugasi, bilirubin total plasma bisa lebih dari 300 µmol/l.
Sebab-sebab kolestatik.
Bila kolestasis dominan dan terutama bila sebabnya adalah obstruksi, bilirubin
total plasma (hamper semua yang dikonjugasi) bisa melebihi 500 µmol/l dan
pasien bisa terlihat kuning kehijauan karena di dalam plasma dan kulit terdapat
sedikit biliverdin. Kernikterus tak timbul karena bilirubin dikonjugasi plasma
larut dalam air sehingga tidak diendapkan di dalam ganglia basalis.
Pigmen
Empedu di Dalam Urin pada Penyakit
Bilirubin.
Pada urina normal tak ada bilirubin yang dapat dideteksi. Bilirubin (tak
dikonjugasi) tak diekskresikan oleh ginjal yang sehat karena kelarutannya
rendah dan karena ia terikat kuat ke protein sehingga pada ikterus hemolitika,
pada mana hanya ada bilirubin plasma yang tinggi, tak ada yang dapat dideteksi
dalam urin – dari sini asal nama lama untuk anemia hemolitika pada orang
dewasa, ‘ikterus akolurika’. Bilirubin dikonjugasi, yang larut air dan sejumlah
kecil yang terikat lebih longgar dengan protein, bisa diekskresikan ; dan
‘bilirubin’ yang ditemukan dalam urin selalu dalam bentuk konjugasi. Jika ini
terdapat didalam urin pasien ikterus karena anemia hemolitika, maka kemudian
harus timbul kerusakan hepar sekunder disertai akibatnya berupa kegagalan mengekskresikan
bilirubin dikonjugasi ke dalam empedu. Bila bilirubin dikonjugasi plasma
tinggi, kemudian pigmen ini dapat dideteksi di dalam urin sewaktu kadar
bilirubin total plasma melebihi sekitar 30 µmol/l dan busa urin yang dikocok
(karena kelebihan garam empedu) berwarna kuning bila kadar bilirubin plasma
melebihi sekitar 50 µmol/l : walaupun ambangnya bervariasi. Tehnik tes untuk
bilirubin didalam urin menggunakan reaksi diazo dala preparat komersil atau
dengan mengoksidasikannya menjadi biliverdin (tes faucet-Harrison), dapat
ditemukan dalam lampiran IV. Terdapat metode untuk analisa kuantitatif
bilirubin urin tapi ini jarang diperlukan.
Urobilinogen. Sejumlah
kecil urobilinogen dapat dideteksi dalam urin normal yang segar, walaupun tes
semi kuantitatif ini tak sensitive serta bernilai diagnostic kecil. Ekskresi ke
urin normal 24 jam adalah 0,5 – 5,0 µmol/l. pada ikterus hemolitika banyak
bilirubin yang berlebihan di dalam plasma masuk ke dalam urin pada mana
meningkatkan jumlah urobilinogen yang terbentuk. Banyak uroboilinogen ini yang
diabsorbsir dan uroboilinogen yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urin. Pada stadium pre-ikterik dan pemulihan hepatitis
infeksiosa, serta kadang-kadang pada sirosis tanpa ikterus, ditemukan kelebihan
uroboilinogen urin yang mungkin akibat kelemahan kesanggupan sel hepar untuk
mengekskresikan kembali uroboilinogen.
Pada
ikterus obstruktif atau hepatoseluler yang berat, bilirubin hanya mencapai usus
dalam jumlah kecil, sedikit uroboilinogen yang terbentuk dan uroboilinogen tak
ditemukan dalam urin. Timbulnya kembali uroboilinogen di dalam urin merupakan
tanda pemulihan dari kolestasis. Jika obstruksi pasca-hepatik disebakan oleh
keganasan dan terjadi lengkap maka uroboilinogen selalu tak ada, sedangkan jika
disebabkan oleh batu dan tak lengkap, kadang-kadang bilirubin bisa masuk ke
dalam usus dan ditemukan uroboilinogen di dalam urina.
Pigmen
Empedu Di dalam Feses pada Penyakit
Tak
ada bilirubin yang dapat dideteksi pada feses orang dewasa normal, tetapi ia
terdapat di dalam feses bayi.
Ekskresi
uroboilinogen feses 24 jam yang normal pada orang dewasa adalah 100-500 µmol.
Jumlah uroboilinogen yang diekskresikan ke dalam feses meningkat pada anemia
hemolitika, tetapi pemeriksaan ini, juga dalam hubungan dengan jumlah hemoglobin
total yang bersirkulasi, tak mengukur dengan tepat kecepatan pemecahan eritrosit.
Pada ikterus kolestatika berat, atau karena bermacam macam antibiotika per
oral yang merubah flora usus, ekskresi uroboilinogen feses sangat berkurang.
Jumlah yang diekskresikan dan uroboilinogen feses sewring tak dapat dideteksi
(feses berwarna dempul) bila obstruksi sempurna karena tumor dan terdapat bila
ada obstruksi yang tak sempurna.
Ringkasan
perubahan metabolism pigmen Empedu
Hasil yang ditemukan dalam penyelidikan
metabolism pigmen empedu pada jenis ikterus utama diringkaskan di dalam table.
Anemia hemolitika yang disetai dengan gangguan metabolism pigmen empedu yang
karakteristik menunjukan bahwa ia tak di komplikasi oleh kerusakan hepar
sekunder. Tes di dasarkan atas aspek lain dari ikterus obstruktif, serta untuk
diagnose dan penyelidikan penyakit hepar bila tak ada ikterus.
Metabolisme
Karbohidrat
Walaupun hepar mempertahankan
konsentrasi glukosa plasma yang normal, perubahan yang jelas dalam metabolism
karbohidart terlihat pada penyalit yang berat. Bila terdapat nekrosis hepar
akuta, biasanya timbul hipoglikemia, pada penyakit hepar kronik, kapasitas
hepar untuk mengkonversi glukosa dan gula lain menjadi glikogen untuk
penyimpanan menjadi berkurang. Tes yang mengukur penggunaan glukosa tak
memuaskan sebagai tes fungsi hepar karena penggunaan ekstrahepatik dari gula
ini bervariasi, kurva toleransi glukosa pada pasien dengan kerusakan hepar yang
berat sering abnormal : bisa terlihat kurva ‘penyimpanan yang lambat’ atau
kurva yang memperlihatkan kelemahan toleran
si yang ringan.
Tes toleransi galaktosa/fruktosa. Ia
mengukur kapasitas hepar mengkonversi galaktosa atau fruktosa menjadi glikogen.
Setelah pemberian gula tes per oral atau intravena, dibuat analisa plasma
serial – galaktosa atau fruktosa plasma meningkat lebih tinggi pada kasus
kerusakan hepatoseluler yang difus dosis
tunggal, di ikutidaripada orang normal. Sekarang tes per oral sedikit digunakan
karena variasi dalam absorpsi oleh usus. Sebagai produse semi-riset bisa
diberikan galaktosa intravena dosis tunggal, di ikuti oleh pemeriksaan
galaktosa plasma kapiler yang berulang dalam masa satu jam untuk menghitung
kemiringan kurva eliminasi.
Plasma
|
Urine
|
Feses
|
Penyakit
|
Bilirubin
total
|
Kelebihan bilirubin
dikonjugasi (Van den bergh)
|
uroboilinogen
|
Bilirubin
|
uroboilinogen
|
Normal
Hemolitika
(sferositosis)
Hepatoseluler
(Hepatitis Infesioma)
Obstruktif
(Karsinoma Karsinoma)
|
Ada
+
++
+++
|
-
-
+
++
|
Ada
Meningkat
Bervariasi
Tidak Ada
|
Tidak Ada
Tidak Ada
+
++
|
Ada
++
Rendah
Tidak Ada
|
Metabolisme
Protein
Perubahan metabolisme umum, sebagian perubahan dalam protein dan enzim plasma hanya
bermakna pada penyakit hepar akut dan masif, seperti pada nerkosis hepar akuta,
konversi asam amino menjadi urea sangat berkurang, kadar asam amino plasma dan
urin meningkat. Gambaran klasik pada nekrosis hepar akuta berat adalah deteksi
Kristal asam amino yang kurang larut, leusin dan tirosin di dalam urin, walaupun
ini tak lagi digunakan lagi untuk tes diagnostic. Pola asam amino urin yang
abnormal bisa ditentukan dengan kromatografi. Konsentrasi urea plasma mungkin
di bawah 2,0 mmol/L pada nekrosis hepar akuta, tetapi ini tiadak benar jika ada
factor yang mengkomplikasi. Aminoasiduria dalam derajat sedang bisa ditemukan
pada sirosis hepatitis, walaupun tampa pola abnormal apapun secar diagnostik;
urea plasma cenderung sekitar 2,5 mmol/L karena defisiensi pembentukan dan
arena hemodelusi.
Ion ammonium yang diabsorbir ke
dalam vena porta dari usus, normalnya hamper semua dimetabolis oleh hepar dan
sedikit ammonia yang terdapat di dalam darah perifer. Bila ada penyakit hepar
parenkimatosa yang erat atau sirosis, ammonia darah meningkat. Ini disebabkan
oleh darah portal yang memintasi sel hepar yang sehat di dalam sirkulasi
kolateral (yang mungkin jelas setelah porto-kava) dank arena kelemahan
metabolisme sel
hepar.
Protein Plasma
Pada penyakit hepar kronika, bila sejumlah besar sel
parenkim hepar telah rusak, maka sintesa albumin menurun. Bila tidak ada sebab
hipoproteinemia lain yang diketahui maka konsentrasi albumin plasma dibawah 30
g/l menujukkan kerusakan hepar dan nilai dibawah 20 g/l adalah serius :
hemodialusi karena retensi air dan mungkin peningkatan katabolisme juga
memainkan peranan. Konsentrasi di dalam plasma dari semua protein lain yang
disintesa di dalam sel parenkim hepar juga berkurang. Tetapi kadar globulin plasma
total meningkat karena peningkatan fraksi imunoglobulin yang umumnya disintesa
di dalam sistim retikulo-endotelial termasuk sel Kupffer. Pada hepatitis akuta,
perubahan ini mungkin tak dapat di deteksi dengan analisa kuantitatif
sederhana.
Faktor Pembekuan Darah
Fibrinogen plasma yang rendah bisa ditemukan bila ada
kerusakan sel parenkim yang luas, dan konsentrasi protrombin dan bagian
terbesar faktor pembekuan darah lain di dalam plasma juga berkurang, yang
memberikan waktu protrombin yang memanjang. Sehingga harus dipikirkan perubahan
koagulabilitas darah jika diusulkan biopsi hepar bagi diagnosa penyakit hepar
kronik – pengukuran waktu protrombin dan waktu pembekuan darah merupakan
pendahuluan yang penting bagi biopsi hepar.
Sintesa protrombin dan beberapa faktor pemebekuan lain
tergantung atas jumlah vitamin K1 yang mencapai sel hepar maupun
keadaan fungsional sel tersebut, untuk mana waktu protrombin merupakan tes yang
sensitif. Pada ikterus obstruktif, tak adanya garam empedu di dalam usus menyebabkan
pengurangan absorpsi K1 vitamin
sehingga waktu protrombin memanjang. Suntikan vitamin K1 intramuskuler
akan mengembalikan waktu protrombin yang memanjang ke arah normal dalam 24 jam
pada kasus ikterus obstruktif : ia tidak akan mempengaruhi waktu protrombin
yang memanjang yang disebabkan oleh kerusakan hepatoseluler, karena kemudian
terdapat cacat di dalam struktur kapasitas sintesa faktor pembekuan.
Tes Flokulasi
Tes sederhana telah direncanakan, pada mana serum pasien
ditambahkan ke sistim koloid yang cocok – reaksi koloid emas, timol,
selafin-kolesterol dan sering sulfat. Normalnya albumin dan α-globulin
mukoprotein menstabilkan sistim ini. Kelebihan imunoglobulin merusak stabilitas
sistim ini dan timbul presipitasi atau flokulasi.
Tes ini penting dari segi teoritis dan historis tetapi
sekarang hampir setiap tempat untuk diagnosa banding hepatitis infeksiosa dari
ikterus obstruktif telah digantikan oleh tes enzim plasma dan untuk pengukuran
kelebihan ɣ-globulin dengan elektroforesa dan analisa imunoglobulin secara
kuantitatif. Hasil positif kuat adalah khas bagi hepatitis virus akuta serta
juga terlihat pada penyakit Hashimoto dab berbagai penyakit kolagen akut : pada
obstruktif pasca-hepatik akut tanpa kerusakan hepar sekunder, reaksi flokulasi
adalah normal.
ENZIM
Analisa enzim terutama dapat digunakan dalam tiga jalan
berbeda untuk nilai fungsi hepar. Beberapa enzim disintesa didalam hepar
misalnya kolinesterase, yang memperlihatkan penurunan aktivitas plasmanya bila
ada kerusakan hepatoseluler. Beberapa enzim yang terikat membran disintesa di
dalam hepar dan juga ditemukan di dalam empedu misalnya fosfatase alkali, yang
mempunyai peningkatan aktivitasnya di dalam plasma bila ada kolestasis. Banyak
enzim yang aktif pada sel terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam sel
parenkim hepar, terutama di dalam sitosol, misalnya alanin transaminase, yang
aktivitasnya di dalam plasma menigkat bila terdapat kerusakan hepatoseluler
aktif.
Kolinesterase (dulu dinamai
Pseudokolinesterase)
Sekarang pemeriksaan ini jarang digunakan sebagai tes
fungsi hepar : nilai rujukan 2-5 U/l pada 370C. Selalu ditemukan
nilai yang rendah, yang sebanding dengan massa sel yang tetap aktif, pada
hepatitis kronika – seperti juga albumin plasma.
Fosfatase Alkali dan Enzim yang
Berhubungan
Nilai rujukan pada orang dewasa adalah 20-95 U/l :3-13 satuan King-Arm-strong/dl.
Peningkatan fosfatase alkali terutama yang lebih dari 180 U/l (dan biasnya
disertai dengan peningkatan bilirubin plasma) menunjukkan ukuran obstruktif
bilier ekstrahepatik dan intrahepatik misalnya sirosis biliaris primer.
Peningkatan terutama karena stimulasi oleh kolestasis, karena kelebihan sintesa
enzim di dalam sel hepar yang melapisi kanalikulus empedu : kemungkinan ikut
berperannya kelemahan-kelemahan sekresi ke dalam empedu masih terkontroversil.
Peningkatan moderat, umumnya sekitar 150 U/l, secara khas ditemukan pada
hepatitis virus. Peningkatan fosfatase alkali plasma yang disertai sedikit
peningkatan bilirubin plasma juga terlihat bila ada deposit keganasan primer
atau metastatik di dalam hepar, dan peningkatan serupa ditemukan pada sirosis
walaupun tanpa obstruksi. Fosfatase alkali plasma yang meningkat merupakan tanda
dini kerusakan hepar kolestatik karena obat-obatan tertentu seperti
klorpromazin.
Pada anak-anak atau remaja, peningkatan fosfatase alkali
fisiologik yang disebabkan oleh pertumbuhan tulang bisa menutupi perubahan
karena penyakit hepatobilier. Mungkin juga terdapat keraguan tentang
peningkatan fosfatase alkali tulang dan hepar bila ada sirosis disertai
osteomalasia atau metastasis multipel. Elektroforesa bisa digunakan untuk
membedakan fosfatase alkali hepar dan tulang di dalam plasma.
Enzim 5’-nukleutidase yang berhubungan (nilai rujukan
2-15 U/l pada 370C), umumnya meningkat di dalam plasma pada kelainan
hepatobilier yang sama dengan fosfatase alkali, tetapi tak berubah pada
penyakit tulang.
Transaminase (aminotransferase)
Analisa enzim terlazim pada penyakit hepar adalah alanin
transaminase (ALT) – nilai rujukan 5-25 U/l (atau alanin aminotransferase dulu
dinamai glutamat-piruvate transaminase) atau aspartat transaminase (AST). Pada
umumnya nilai plasma alanin transaminase yang agak lebih tinggi (yang semuanya
dari sitoplasma) daripada aspartat transaminase (dari sitoplasma dan
mitokondria) ditemukan pada penyakit hepar akut dan nilai yang agak lebih
rendah pada sirosis : biasanya perbedaan ini tak besar dan mungkin tak ada
gunanya mengukur kedua enzim secara rutin untuk diagnosa klinis. Pada hepatitis
virus, transaminase meningkat di atas normal selama masa prodromal. Nilai
puncak (sekitar 500-2000 U/l) ditemukan pada waktu penyakit maksimum dan nilai
ini kembali normal dalam sekitar empat minggu kecuali timbul penyakit hepar
subakut. Pola serupa tetapi kurang nyata (dengan nilai jarang di atas 300 U/l),
biasanya timbul pada hepatitis nonikterik dan pada demam glanduler. Kerusakan
hepatoseluler hipersensitivitas yang dihubungkan dengan obat-obatan mungkin
terlihat oleh peningkatan transaminase plasma yang kontinu pada pemeriksaan
yang berulang. Alkohol meningkatkan transaminase plasma pada peminum alkohol,
tetapi tidak pada orang yang normal. Peningkatan nilai transaminase plasma yang
moderat (biasanya di antara 50 dan 300 U/l) ditemukan pada sirosis sebanding
dengan derajat kerusakan sel yang aktif, tetapi tak berhubungan dengan koma
atau dekompensasi. Pada penyakit keganasan yang melibatkan hepar dan pada
ikterus obstruktif, biasanya nilai transaminase plasma meningkat secara moderat
karena kerusakan hepatoseluler, tetapi jarang melebihi 300 U/l.
ɣ-Glutamiltransferase
enzim ini (GGT : nilai rujukan : laki-laki 10-50, wanita
7-30 U/l pada 370C) memberikan analisa yang sensitif tetapi tidak membedakan
bagi berjenis-jenis kelainan hepatobilier. Pada penyakit kolestatik, ia
bertingkah laku menyerupai fosfatase alkali, dengan sensitivitas utama bagi
metastasis pada hepar – tak ada perubahan pada penyakit tulang osteoblastik.
Pada penyakit hepatoseluler, perubahan serupa dengan transaminase.
Analisa ini terutama berguna dalam mendeteksi enzim
mikrosom yang diinduksi oleh obat-obatan, yang terpenting adalah alkohol pada
peminum kronis.
Enzim Lainnya
Mungkin mendeteksi
dan mengukur isoenzim AST plasma yang berasal dari mitokondria pada
kerusakan hepatoseluler berat.
Enzim lain mempunyai aplikasi yang sedikit berbeda.
Isositrat dehidrogenase kelihatannya sedikit lebih sensitif bagi kerusakan
hepatoseluler yang dini. Beberapa penyelidik senang mngukur LD ‘hepatik’, yang
dinamai LD-4 dan LD-5. Pada ikterus hemolitika, aktivitas LD plasma meningkat
karena pelepasan LD-1 dari eritrosit. Iditol (sorbitol) dehidrogenase, walaupun
kurang sensitif daripada transaminase, yang tak ada dari eritrosit, dapat digunakan
untuk mengukur kerusakan sel hepar bila ada hemolisa berat.
Metabolisme Lipid
Garam Empedu
Per 24 jam hepar mensintesa sekitar 1,3 mmol (0,5 g) asam
empedu dari kolesterol : ia terutama asam kolat dan asam kenodeoksikolat, yang
dikonjugasi dengann glisin dan taurin. Garam empedu diekskresikan ke dalam usus
pada mana mereka esensial untuk absorbsi lemak dan vitamin K adekuat ; reduksi
oleh bakteri masing-masing menghasilkan asam deoksikolat dan asam litokolat.
Hanya sejumlah kecil garam empedu yang hilang ke dalam feses , bagian terbesar
direabsorbsir di dalam ileum terminalis dan diresekresi ke dalam empedu. Pada
ikterus obstruktif atau kerusakan hepatoseluler berat, aliran garam empedu ke
usus berkurang dan mungkin terdapat steatorea.
Garam empedu tak dapat dideteksi di dalam urina normal.
Tes Hay yang bersejarah (menghamburkan bunga sulfur ke atas permukaan urina)
tergantung atas sifat garam empedu, yang disekresikan sebagai sulfat, untuk
merendahkan tegangan permukaan : ia sangat ta sensitif dan tak mempunyai nilai
klinis. Tempat analisa konsentrasi garam empedu plasma yang baru-baru ini
diperkenalkan sebagai tes untuk kolestasis bbelum ditentukan : tes clearance
garam empedu merupakan yang lebih halus.
Lipid Lain
Walaupun hepar aktif dalam banyak proses metabolik yang
melibatkan kolesterol dan lipid lainnya, perubahan yang timbul pada penyakit
tidak dipelajari sebagai tes fungsi hepar yang rutin karena kurangnya
sensitivitas dan spesifisitas.
Pada kolestasis, apakah karena obat-obatan atau sebagai
ikterus obstruktif pasca-hepatik atau fase obstruktif hepatitis, kadar
kolesterol bebas plasma sangat meningkat serta terdapat sejumlah peningkatan di
dalam ester kolesterol plasma dan di dalam fosfolipid : selalu terdapat
lipoprotein X. Bila terdapat kerusakan sel parenkim, kadar kolesterol bebas
bervariasi (tergantung atas keseimbangan antara retensi dan pengurangan
sintesa) serta ada penurunan yang nyata dalam ester kolesterol dan biasanya
dalam fosfolipid. Kolesterol plasma total yang rendah ditemukan pada nekrosis
hepar akuta atau pada stadium terminal hepatitis kronika.
Pada sirosis bilier dan obstruksi terdapat peningkatan
jelas semua fraksi lipid termasuk fosfolipid dan peningkatan β-lipoprotein
mungkin diidentifikasi dengan elektroforesa: sering asam lemak bebas juga
meningkat. Biokimia pengendapan lemak di dalam hepar dan kolesterol dalam
hubungan dengan batu empedu dibicarakan di tempat lain.
Detoksikasi oleh Hepar
Walaupun hepar mengkonjugasi sangat banyak produk
metabolik di samping bilirubin, tes fungsi hepar yang hanya menggunakan prinsip
ini belum digunakan pada saat ini.
Pada tes asam
hipurat , diberikan natrium benzoat intravena, dan ekskresi hipurat
tergantung atas efisiensi proses konjugasi – tetapi juga sangat tergantung atas
fungsi ginjal.
Ekskresi dan Transport Oleh Hepar
Tes
ekskresi bilirubin telah dirakit,
yang kadang-kadang berguna dalam penyelidikan hiperbilirubinemia ringan yang
tersembunyi.
Porfirin diekskresikan ke dalam empedu maupun ke dalam
urin. Pada banyak jenis penyakit hepar (terutama pada hepatitis akuta dan
sirosis), dan pada ikterus obstruktif, ekskresi poorfirin oleh empedu akan
berkurang dan kelebihan koproporfirin dapat ditemukan di dalam urin.
Hepar membuang banyak zat warna dari plasma, dengan
mengambil ke dalam sel parenkim, pada kecepatan yang tergantung atas aliran
plasma pada hepar dan atas kapasitas fungsional sel : kemudian
mengekskresikannya ke dalam knalikulus bilier, ini dipengaruhi oleh kolestasis.
Adalah layak menilai kemampuan fungsional sel parenkim dengan mengukur
pembuangan zat warna yang cocok dari plasma. Bromsulftalein telah banyak
digunakan, dan normalnya lebih dari 80 % zat ini yyang diekskresikan ke dalam
empedu setelah dikonjugasi : sehingga ekskresinya serupa dengan bilirubin
tetapi lebih sensitif terhadap kerusakan fungsi sel. Hijau Indosianin yang
diekskresikan tanpa konjugasi, bisa juga digunakan dan dianggap memberikan tes
yang lebih sensitif : zat warna ini lebihh mahal tetapi tak toksik sedangkan
bromsulftalein kadang-kadang menimbulkan reaksi.
Tes
bromsulftalein melibatkan
suntikan 5 mg zat warna per kg berat badan, dan pengukuran konsentrasi plasma
pada 45 menit kemudian. Pada orang sehat, nilai 45 menit kurang dari 5 % - pada waktu nol dianggap sebagai
100 %. Tes ini sensitif untuk menilai kerusakan hepatoseluler yang difus bila
tak ada ikterus, tetapi tak spesifik dan telah banyak diganti oleh tes yang
lebih spesifik. Ia memberikan hasil positif pada payah jantung atau pada
ikterus kolestatika. Untuk penelitian khusus dalam penyelidikan kelainan
transpor dapat digunakan pengambilan contoh darah yang lebih sering dalam masa
yang lebih lama atau dilakukan penelitian clearance (yang melibatkan kateterisasi).
PERUBAHAN BIOKIMIA PADA PENYAKIT HEPAR
Ikterus Neonatorum
Dua penyebab utama ikterus pada neonatus adalah produksi
bilirubin yang berkelebihan sebagai akibat penyakit hemolitika (biasanya karena
ketidakcocokan golongan darah) dan kelambatan pembentukan kapasitas hepar untuk
mengkonjugasi secara enzimatik, terutama bilirubin-UDPglukuronosiltraferase.
Karena hal terakhir, bayi prematur mungkin mempunyai bilirubin tak dikonjugasi
pada plasma sampai 250 µmol/l pada hari kelima, yang kembali normal karena
glukuronosiltraferase telah disintesa. Bila ada hemolisa, biliruubin tak
dikonjugasi bila melebihi 300 µmol/l. Karena pada atau di atas konsentrasi ini,
pengendapan bilirubin yang larut lipid di dalam ganglia basalis mungkin
menyebabkan kernikterus yang berbahaya, maka kadar 300 µmol/l diambil sebagai
indikasi bagi transfusi penukar (exchange) atau foto terapi.
Atresia bilier menimbulkan ikterus kolestatik disertai
peningkatan bilirubin dikonjugasi, tetapi biasanya fosfatase alkali plasma
normal pada stadium dini, karena sel hepar yang tak dapat mensintesa enzim
secara berlebihan.
Hepatitis Virus
Kerusakan hepatoseluler preikterik ringan dapat dideteksi
dari peningkatan transaminase plasma dan dari peningkatan ekskresi urobilinogen
di dalam urin. Bila penyakit ini telah jelas, terdapat ikterus urobilinogen
dikonjugasi dan total plasma serta bilirubin di dalam urin tanpa urobilinogen
dan feses yang pucat. Transaminase plasma jelas meningkat. Konsentrasi albumin
plasma mungkin sedikit menurun, βα-globulin bervariasi, β-globulin mungkin
meningkat dan terdapat peningkatan Ɣ-globulin. Reaksi flokulasi positif kuat,
dan biasanya ada peningkatan moderat dalam fosfotase alkali plasma. Waktu
protrombin memanjang.
Selama pemulihan dari serangan akut, bilirubin hilang
dari urin dan urobilinogen timbul kembali. Protein, nilai enzim dan reaksi
flokulasi plasma kembali normal.
Jika hepatitis menjadi subakut, protein plasma tetap
abnormal disertai penurunan albumin yang definitif dan peningkatan Ɣ-globulin yang
persisten; posfatase alkali plasma meningkat tetapi bilirubin dan transaminase
mungkin hanya meningkat sedikit.
Pada hepatitis non-ikterik, perubahan ini serupa, tetapi
kurang jelas, kecuali bahwa bilirubin plasma yang tetap dalam batas-batas
normal.
Sebaliknya penyakit ini bisa progresif pada stadium dini
menjadi nekrosis hepar akut atau pada stadium subakut menjadi hepatitis
kronika.
Kehati-hatian khusus harus dijalankan dalam menangani
contoh darah dari pasien dengan hepatitis karena resiko infeksi bagi staf
laboratorium.
Hepatitis Aktif Kronika
Keadaan ini dinyatakan oleh destruksi sel hepar yang
kontinu sehingga bagian terbesar tes memberikan nilai yang abbnormal. Terdapat
albumin plasma yang rendah disertai sangat meningkatnya Ɣ-globulin (IgG) dan
peningkatan bilirubin yang nyata. Nilai yang tinggi ditemukan bagi fosfatase
alkali plasma dan bagi transaminase. Biasanya antibodi otot polos dan faktor
anti-nuklear dapat dideteksi di dalam serum.
Sirosis
Perubahan fungsi secara biokimia adalah sama apapun jenis
patologik kelainan ini. Terdapat kerusakan yang terpisah dan bervariasi bagi
fungsi hepar. Kadar bilirubin total plasma mungkin normal atau sedikit
meningkat dan sering terdapat kelebihan urobilinogen di dalam urin tetapi tidak
bilirubin. Kadar albumin plasma menurun secara progresif, karena sel hepar yang
sehat telah diganti dan terdapat peningkatan Ɣ-globulin. Biasanya ditemukan
pola elektroforesa yang khas, karena kelebihan imunoglobulin yang terdapat
mempunyai mobilitas yang tinggi dan terdapat fusi βƔ. Transaminase plasma
mungkin hanya meningkat secara moderat kecuali bila sitolisa menghebat.
Biasanya fosfatase alkali dan Ɣ-glutamiltransferase plasma sedikit meningkat.
Terdapat kelemahan dini bagi clearance bromsulftalein. Kolesterol plasma
cenderung rendah disertai pengurangan esterifikasi. Biasanya terdapat
koproporfirinuria tipe I. Sering terdapat kelemahan tolenransi glukosa. Peminum
alkohol cenderung mempunyai kelebihan IgA.
Hampir selalu terdapat hiponatremia yang sebagian besar
karena pengenceran dan defisiensi kalium karena banyak faktor.
Hepar yang rusak gagal memetabolisme hormon, termasuk
ADH. Perubahan feminisasi pada laki-laki dan spider nevi sering ditemukan dalam
keadaan ini, yang telah dihubungkan dengan kelebihan estrogen yang
bersirkulasi.
Asites. Penyebab asites pada sirosis adalah faktor lokal,
terutama hippertensi portal dan faktor sistemik. Ia terutama adalah rendahnya
konsentrasi albumin yang bersirkulasi dan retensi natrium disertai dengan
kelebihan retensi air (yang menyebabkan rendahnya konsentrasi natrium plasma)
yang menyertai aldosteronisme sekunder.
Asites bisa disebabkan oleh banyak kelainan primer.
Biasanya cairan asites pada sirosis dan payah jantung kongestif adalah transudat,
sedangkan eksudat biasanya menyertai infeksi peritoneum atau keganasan.
Sirosis Biliaris Primer
Terdapat ikterus kolestatik ringan dan lambat disertai
peningkatan bilirubin dikonjugasi dan total plasma serta bilirubin di dalam
urin. Kadar albumin plasma sedikit menurun dan lambat turunnya pada penyakit
ini ; dan terdapat peningkatan Ɣ-globulin, terutama karena IgM. Biasanya
dideteksi antibodi antimitokondria di dalam serum. Timbul perubahan jelas dalam
metabolisme lipid; kolesterol dan fosfolipid plasma meningkat, serta
elektroforesa memperlihatkan lipoprotein X dan kelebihan β- lipoprotein, dan
lazim terdapat xantomatosis. Sering fosfatase alkali plasma sangat meningkat.
Transaminase plasma meningkat bila ada kerusakan hepatoseluler aktif tetapi
fungsi sel parenkim mungkin hanya sedikit melemah. Bisa timbul steatorea pada
kasus yang telah berlangsung lama.
Obstruksi Pasca Hepatik
Terdapat ikterus kolestatik disertai peningkatan jelas di
dalam bilirubin (dikonjugasi) dan bilirubin di dalam urin. Urobilinogen akan
ditemukan didalam urin dan feses, hanya jika obstruksi tak lengkap atau hilang
timbul. Umumnya kadar fosfatase alkali dan kolesterol toeal plasma meningkat
jelas disertai peningkatan α2-β-globulin.
Kecuali obstruksi telah berlangsung lama, fungsi sel parenkim tidak rusak parah
; biasanya transaminase plasma hanya meningkat secara moderat dan kadar albumin
plasma normal.
Obstruksi yang memanjang bisa menyebabkan sirosis
biliaris sekunder, yang secara biokimia tak dapat dibedakan dari sirosis
biliaris primer. Tetapi reaksi positif untuk antibodi mitokondria dari sirosis
biliaris primer (autoimun) negatif pada bentuk kolestasis lain.
Nekrosis Hepar Akuta
Semua fungsi hepar berubah hebat. Biasanya ada ikterus
berat, dengan bilirubin tak dikonjugasi dan total plasma tinggi serta bilirubin
(tetapi tidak urobilinogen) di dalam urin. Transaminase plasma sangat meningkat
hebat selama fase aktif dan fosfatase alkali mungkin sedikit meningkat.
Kegagalan konversi asam amino ke urea menyebabkan peningkatan asam amino plasma
total dan peningkatan asam amino urina tanpa perubahan spesifik dalam
kromatografi. Biasanya urea plasma rendah tetapi jika ada dehidrasi berat bisa
ditemukan kadar normal atau yang sedikit meningkat. Konsentrasi semua protein
plasma menurun, terutama faktor pembekuan, kecuali Ɣ-globulin. Hipoglikemia
bisa berat serta konsentrasi piruvat dan laktat darah tinggi disertai asidosis.
Koma Hepatikum
Ini merupakan stadium akhir hepatitis atau sirosis yang
sering timbul. Dalam kasus tes fungsi hepar standar ada variasi yang luas dalam
gambaran laboratorium yang abnormal, yang berhubungan dengan stadium penyakit
hepar yang mendasarinya dan tidak berhubungan dengan koma. Nilai biokimia lain
yang berubah, berhubungan dengan faktor sekunder seperti fungsi ginjal yang
buruk atau diuretika ataupun vomitus.
Sifat toksin yang mempengaruhi susunan saraf pusat belum
ditegaskan, walaupun peranan amonia kelihatannya jelas. Metabolisme otak bisa
terganggu karena kelebihan amonia mempercepat konversi oksoglutarat ke
glutamat, jadi menghentikan siklus asam trikarboksilat bagi oksoglutarat.
Terdapat peningkatan konsentrasi laktat, piruvat dan asam keto lain di dalam darah,
memberikan asidosis metabolis terutama pada kegagalan ginjal : juga bisa
terdapat alkalosis respirasi karena hiperventilasi. Bau yang istimewa, fetor
hepatikum, disebabkan oleh merkaptan yang dianggap berasal dari kelebihan
metionin yang bersirkulasi. Walaupun sering terdapat proteinuria ringan,
biasanya urea plasma hanya sedikit meningkat, tetapi bisa timbul kegagalan
ginjala akuta.
Efek Obat
Banyak obat yang dapat menyebabkan ikterus, beberapa
dengan mempengaruhi metabolisme bilirubin dan beberapa dengan menimbulkan
penyakit hepar oleh efek toksik atas sel-sel. Contoh mekanisme pertama adalah
sulfonamida yang bisa menimbulkan hemolisa dan novobiosin yang bisa menghambat
konjugasi bilirubin. Dipihak lain beberapa obat dapat menginduksi gukuronosiltransferase mikrosom dan fenobarbiton telah
digunakan demikian untuk mengobati hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dengan
meningkatkan konjugasi sehingga mengekskresikan bilirubin yang kelebihan.
Ada banyak jenis reaksi toksik. Karbon tetraklorida
merupakan contoh obat toksik secara langsung, yang menimbulkan nekrosis hepar
akut : efek sejenis dari parasetamol berhubungan dengan dosis.
Hipersensitivitas dislahkan bagi gambaran klinis dan biokimia yang menyerupai
hepatitis infeksiosa ringan atau berat yang disebabkan oleh halotan :
sensitivitas terhadap beberapa obat-obatan lain seperti rifampisin atau
inhibitor monoamin oksidase hanya menimbulkan peningkatan transien dalam
transaminase plasma dan hanya kadang-kadang hepatitis. Kerentanan terhadap
metiltestosteron atau kontraseptif per oral menimbulkan kolestasis (dengan
peningkatan fosfatase alkali plasma dan juga transaminase) yang biasanya
sepintas ; tetapi hipersensitivitas terhadap klorpromazin disertai
kolangiolitis, kadang-kadang progresif untuk menyerupai sirosis biliaris.
Penyakit Keganasan
Hepatoma primer lazim ditandai oleh peningkatan
konsentrasi antigen onkofetal, α-fetoprotein plasma. Ikterus mungkin lambat
timbulnya dan didahului oleh peningkatan retensi bronsulftalein serta
peningkatan nilai fosfatase alkali dan ɣ-glutamiltransferase plasma.
Pada karsinomatosis metastatik yang jauh lebih lazim,
α-fetoprotein normal dan mungkin terdapat peningkatan transaminase serum
(disertai perubahan biokimia lain lagi bagi hepatoma primer).
Batu Empedu
Senyawa utama bagian terbesar batu empedu adalah
kolesterol dan biasanya ia juga mengandung dalam jumlah bervariasi, kalsium
karbonat dan fosfat serta pigmen empedu, kolesterol bebrbentuk larutan di dalam
misel dengan bantuan fosfolipid (terutama lesitin) dan garam empedu : rasio
konsentrasi fosfolipid ditambah garam empedu terhadap kolesterol mementukan
kelarutannya. Diantara faktor yang mempermudah pembentukan batu adalah
perubahan rasio ini oleh abnormalitas di dalam sekresi empedu hepar dan stasis
atau infeksi di dalam kandung empedu, yang dapat memberikan tempat untuk
memulai presipitasi kolesterol.
Batu pegmen bisa terbentuk pada keadaan hemolitika, bila
ekskresi bilirubin ke dalam empedu sangat meningkat. Senyawa utamanya adalah
bilirubin disertai banyak materi amorf.
Pemilihan Tes Fungsi Hepar
Satu tes fungsi hepar mempunyai nilai diagnostik kecil
bila dilakukan secara terpisah. Pemilihan tes yang cocok harus selalu dilakukan
dan pemilihan tes fungsi hepar secara biokimia tergantung atas tujuan
penyelidikan. Penganalisa bersaluran banyak dapat diprogramkan untuk melakukan
semua tes yang telah disebutkan diatas semua contoh dari pasien.
Mungkin tes fungsi hepar paling sering digunakan dalm
diagnosa banding ikterus yang secara klinis tak jelas asalnya dan dalam menilai
sisa fungsi pada penyakit kronis.
Untuk diagnosa banding ikterus, harus dilakukan
pemeriksaan terpisah atas bilirubin dikonjugasi dan total plasma (atau jika
ttak tersedia, lalu reaksi van deen Bergh) dan urina diperiksa bagi bilirubin
dan urobilinogen. Sperti juga tes untuk metabolisme pigmen, biasanya diperlukan
pemeriksaan kadar fosfatase alkali dan transaminase plasma (atau enzim yang
ekuivalen) bila diagnosa banding ada antara ikterus hepatitis akuta (‘medis’)
dan kolestatik pasca hepatik (‘bedah’). Hasil tes ini, dalam kombinasi dengan
bukti klinis, pada lebih 90% pasien akan menunjukkan sifat dan intensitas lesi
yang menyebabkan ikterus. Penentuan protein plasma total dan diferensiasinya,
koleterol serta elektrolit pada stadium ini, secara diagnostik biasanya tak
bernilai.
Pemakaian tes fungsi hepar lain yang sering adalah untuk
mendeteksi dan pengukuran kelemahan fungsi pada penyakit hepar kronis yang
telah diketahui atau yang dicurigai, juga walaupun tak ada ikterus. Untuk
tujuan ini, sebagai tambahan bagi
bilirubin total, maka pemeriksaan protein plasma total dan diferensiasinya
(disertai elektroforesa dan termasuk waktu protrombin), dan kadang-kadang tes
retensi bromsulftalein adalah yang paling berguna : ɣ-globulin menggambarkan
intensitas proses reaktif. Transaminase plasma digunakan untuk mengukur
pemecahan sel yang aktif. Pemeriksaan fosfatase alkali plasma terutama berguna
untuk evaluasi sirosis biliaris dan karsinomatosis hepatis terutama bila tak
ada ikterus. Analisa ɣ-glutamiltransferase berguna untuk deteksi dini kerusakan
hepar alkoholik. Penentuan elektrolit adalah biasa bila terdapat sirosis dan
penting dalam menilai dan menatalaksanakan asites.
Penting mengukur transaminase dan fosfatase alkali plasma
untuk memeriksa kemungkinan toksisitas kolestatik atau hepatik dari banyak
obat.
Analisa berbagai autoantibodi yang bersirkulasi menjadi
semakin penting dalam penyelidikan penyakit kronis.
Menggolongkan
Tes Fungsi Hati
Banyak penyakit
berpengaruh pada hati, baik penyakit sistemik yang menyangkut seluruh tubuh,
maupun penyakit yang hanya bercokol di hati. Salah saru cara untuk
mengklasifikasikan penyakit hati adalah dengan membagi-bagikannya atas dasra
bagian mana dari hati terkena penyakit, yakni sirkulasi darah, system bilier
atau sel-sel hati. Dengan memakai dasar yang sama, tes fungsi hati (TFH) juga
dapat dibagi-bagi demikian dengan harapan test tertentu dapat dikaitkan dengan
fungsi tertentu pula. Akan tetapi, upaya itu sukar mencapai tujuannya karena
biasanya bukan lokasi atau jenis penyakit yang menentukan hasil TFH, melainkan
luasnya kerusakan yang terjadi. Selain itu, TFH tidak dapat memastikan causa
penyakit hati; ia hanya dapat menunjukkan derajat kerusakan.
Kelainan
Sirkulasi
Kebanyakan dari
pemeriksaan untuk menguji sirkulasi darah dalam hati memerlukan tindakan
menembus pembuluh darah, seperti : memasukkan media contrast untuk radiografi
atau untuk mengukur tekanan dalam pembuluh. Test-test invasive serpa itu tidak
dibahas disini. Pengamatan klinis hanya dapat menyarankan adanya, tetapi tidak
dapat mengukur beratnya gangguan yang disebabkan oleh sirkulasi yang terganggu
dan oleh kelainan pada tekanan darah. Varices dalam esophagus, hemoroid atau
pembuluh abdomen yang melebar menunjuk kepada sesuatu yang abnormal dalam
system vena portae; asites sering merupakan cermin adanya tekanan dan
permiabilitas yang meninggi dalam kapiler-kapiler percambangan vena portae;
gagal jantung sebelah kanan meninggikan tekanan dalam vena ca inferior,
sehingga aliran dalam vena portae terbendung juga dan mendatangkan tekanan
darah di sana meningkat.
Kelainan
Hepatosit dan Saluran Empedu
Test-test yang menguji system bilier mencakup
pengukuran bilirubin dan metabolitnya, menilai kesanggupan sekresi sel-sel hati
dan mengukur zat-zat yang menunjukkan kepada keabnormalan saluran empedu.
Utuhnya sel-sel hati dapat dipelajari dengan bermacam-macam cara : mengukur
kadar zat yang disintesis oleh hati; mempelajari reaksi-reaksi sintesis dan
perombakan yang telah dikeltahui dengan baik; menyatakan adanya zat hasil
destruksi sel; dan mengukur berbagai kegiatan yang memerlukan jalur-jalur utuh
dalam hati. Banyak dari test-test yang berguna dalam penilaian fungsi hati
dicantumkan pada table dibawah ini.
Tabel 2. Test-test
fungsi hati dan saluran empedu
Test
|
Informasi
yang didapat
|
Saluran
empedu
Kadar
bilirubin dalamserum
Perbandingan
antara bilirubin direk atau total
Asam
(garam) empedu dalam serum
Warna
dan banyaknya lemak dalam tinja
Urobilinogen
dalam tinja
Urobilinogen
dalam urin
Fosfatase
alkali dalam serum dan enzim-enzim “obstruksi” lain
Ekskresi
BSP atau indocyanine green
Bilirubin
dalam urin
|
Kesanggupan
mengangkut epedu secara umum
Terlaluinya
saluran empedu, metabolisme bilirubin hepatoseluler
Terlaluinya
saluran empedu secara menyeluruh
Terlaluinya
saluran empedu
Terlaluinya
saluran empedu; banyaknya bilirubin yang diolah
Terlaluinya
saluran empedu; banyaknya bilirubin yang diolah; kesanggupan ekskresi
hepatoseluler
Kelainan
pada epitel saluran empedu
Fungsi
hepatoseluler dan terlaluinya saluran empedu
Terlaluinya
saluran empedu; metabolisme bilirubin kehepatoseluler
|
Fungsi
hepatoseluler
Kadar
bilirubin dalam serum
Perbandingan
antara bilirubin direk dan total
Kadar
albumin dalam serum
Kadar
globulin dalam serum
Masa
protrombin dan respons terhadap vitamin K
Kadar
aminotransfirase dalam serum
Ekskresi
BSP
Nilai
glukosa darah puasa
Ureum
dalam darah
Ammonia
dalam darah
|
Kesanggupan
untuk mengkonjugasi bilirubin dan mensekresi empedu
Kesanggupan
untuk mengkonjugasi bilirubin; banyaknya hemoglobin yang dirombak
Kesanggupan
untuk mensintesis protein
Pengolan
abnormal antigen eksogen dan/atau autolog
Kesanggupan
untuk mensintesis factor-faktor pembekuan
Kerusakan
hepatoseluler dan nekrosis
Kesanggupan
uptake, konjugasi dan sekresi hepatoseluler; terlaluinya saluran empedu
Petunjuk
sangat kasar ke penyimpanan glikogen dan kesanggupan mensintesis glukosa
Jika
rendah menjadi petunjuk kasar kehilangan detoksikasi
Reaksi
detoksikasi hepatoseluler; keutuhan sirkulasi portal; banyaknya bakteri usus.
|
Pemeriksaan
khusus
Antigen
dan antibody
Hepatitis
A dan B
Alfa-fetoprotein
Alfa1-
antitrypsin
Ceruloplasmin
Besi
dalam serum, feritin
|
Hepatitis
oleh virus
Pertambahan
sel-hati; tumor atau regenerasi
Sirosis
dini;p hubungan dengan anfisema
Rendah
pada penyakit Wilson
Tinggi
pada hemokhromatosis
|
Akan tetapi kenyataan
dalam klinik menayangkan keadaan yang sering kabur, kadar bilirubin direk
sering meninggi pada disfungsi hepatoseluler, tetapi peningkatan itu tidak
menjadi setinggi dibandingkan dengan akibat obstruksi saluran empedu yang
ekstrahepatik. Rupa-rupanya penyakit hepatoseluler menyukarkan aliran empedu
dalam saluran empedu intrahepatik dan karena itu, pasien-pasien yang penyakit hepatoselularnya
berat mempunyai kadar bilirubin direk dan indirek kedua-duanya meningkat. Bila
ada obstruksi saluran empedu warna tinja menyusut karena zat warna yang berasal
dari bilirunbin tidak ada; kadar urobilinogen dalam urin berkurang; dan
produk-produk abnormal yang berasal dari epitel saluran empedu dapat masuk ke
dalam darah.